JAKARTA, KOMPAS.com - Pagi ini, langit Jakarta diselimuti oleh awan mendung. Hujan rintik-rintik pun turun membasahi pepohonan di depan asrama di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya. Kondisi alam ini seakan selaras dengan perasaan hati SR (35), seorang pekerja malam yang menjadi penghuni panti.
Memang, saat terbangun dari tidurnya, wanita ini langsung teringat akan kedua anaknya. Rasa rindu yang membuncah dalam hatinya pun terpaksa harus dipendamnya.
Sekitar empat bulan belakangan ini, ia tak lagi bisa menatap wajah dan memperhatikan tumbuh kembang sang anak. Dia hanya bisa berkomunikasi lewat telepon sambil membayangkan raut wajah mereka.
SR yang kini tak lagi memiliki suami, harus berjuang seorang diri demi menghidupi buah hatinya yang masih di bangku TK dan SD. Sebagai anak pertama, dia pun harus mencari nafkah untuk ibu dan bapaknya di kampung.
"Terkadang kalau siangnya telepon sama anak dan keluarga, rasanya ingin jerit, ingin keluar tapi enggak ada jalan," kata SR kepada Kompas.com di Panti Sosial Karya Wanita Mulya Jaya, Jakarta Timur, Kamis (25/2/2016).
SR merantau dari Banjarnegara ke Bekasi pada tiga tahun lalu. Mulanya ia berprofesi sebagai pegawai di salah satu supermarket di Bekasi. Namun, karena pasar swalayan itu mengalami kebangkrutan, lantas SR pun terpaksa harus kehilangan pekerjaannya. Saat itu, ia tidak tahu harus melamar pekerjaan kemana.
"Bingung juga mau ngelamar kerja kemana. Apalagi mau jadi tukang cuci gosok dirumah orang, kalau enggak kenal-kenal banget mereka kan enggak mau," tuturnya.
Hingga satu ketika, sambungnya, SR ditawari oleh temannya untuk bekerja sebagai pelayan di tempat hiburan malam. Sang kawan berujar, dirinya hanya perlu menuangkan minuman ke gelas-gelas milik tamu.
Ingatannya akan orang tua dan kedua anaknya membuat SR tak pikir panjang. Ia langsung menerima ajakan tersebut. Tiap harinya, ia berangkat ke kafe dengan menumpang angkutan umum pukul 18.30 WIB dan harus bekerja sampai pukul 03.00 WIB.
Penuturannya, saat bekerja penampilannya tak seronok. Ia mengenakan kaus berlengan pendek, rok selutut dan sepatu wedges.
"Susah juga pakai sepatu wedges gitu. Saya kan enggak biasa," ucapnya.
SR berujar, penghasilannya saat bekerja sebagai pelayan di kafe dan supermarket tak jauh berbeda. Hanya saja, uang tips yang didapatnya sering kali mencapai jumlah ratusan ribu.
Ia menuturkan, pernah dalam semalam mendapat uang tips sebanyak Rp 500.000 dari pelanggannya. Tapi, pernah pula, ia hanya mengantongi uang tips sebanyak Rp 50.000.