Dengan demikian, Gubernur petahana Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersama pasangannya hanya akan melawan satu pasang calon gubernur penantang.
"Kalau (diikuti) lebih dari dua pasang calon, maka itu sama saja ngasih tiket gratis buat Ahok jadi gubernur lagi," kata Hendri, Senin (7/3/2016).
Dia menjelaskan, dasar pemikiran itu adalah hasil berbagai survei yang memperlihatkan persentase popularitas Ahok hampir menyentuh 50 persen.
Survei Kedai Kopi, misalnya, menyebutkan popularitas Ahok di mata warga DKI Jakarta sebesar 43,5 persen. Begitu juga dengan survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang menampilkan popularitas Ahok sebesar 43 persen.
Dari hasil kedua survei itu, peluang lawan Basuki akan lebih besar bila hanya ada satu pasang calon. Pasangan itu kemungkinan akan bisa merebut potensi popularitas selebihnya, sebesar lebih dari 50 persen.
Namun, jika ada lebih dari dua pasang calon, maka suara 50 persen lebih itu akan terpecah dua. Dengan demikian, secara tidak langsung akan menjadikan Ahok sebagai satu-satunya calon yang mengantongi persentase popularitas terbanyak.
"Kan Ahok sudah punya 43 persen, kalau hitungan survei ya. Kalau misalnya head to head, ada kemungkinan kejutan Ahok bisa dikalahkan. Anggaplah semuanya milih, Ahok punya tabungan 43 persen, terus enggak naik tabungannya, maka calon lain bisa 57 persen. Tetapi, di politik itu kan hitungannya enggak bisa hitungan matematika begitu," tutur Hendri.
Sampai saat ini, ada beberapa nama yang menyatakan siap menghadapi Ahok dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Mereka antara lain pengusaha Sandiaga Uno, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra, dan musisi Ahmad Dhani. (Baca: Mereka Siap "Head to Head" Lawan Ahok pada Pilgub DKI 2017)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.