JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkap alasannya ngotot menaikkan kewajiban pengembang dalam proyek reklamasi. Menurut Ahok, sapaan Basuki, proyek reklamasi di Jakarta sudah tidak dapat lagi dibatalkan
Sementara itu, Ahok menilai, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 tentang penyelenggaraan reklamasi dan rencana tata ruang kawasan pantai utara Jakarta tidak menguntungkan pemerintah. Karena pada peraturan itu, kewajiban pengembang reklamasi untuk lahan fasos fasum untuk lahan di pulau yang mereka bangun hanya 5 persen.
Perda Nomor 8 Tahun 1995 merupakan turunan dari Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang menjadi landasan hukum bagi berjalannya proyek reklamasi. (Baca: Apakah Proyek Reklamasi di Jakarta Perlu Dilanjutkan?)
Karena itu, Ahok kemudian berharap Kepres tersebut dapat direvisi. Ia pun sedang membuat rancangan peraturan daerah (raperda) Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang saat ini tengah dibahas di DPRD DKI.
"Jadi otak saya sederhana. Saya enggak bisa lawan mereka. Saya mau batalin reklamasi enggak bisa, saya mau ambil alih enggak bisa. Jadi kumintain duit saja. Jadi bukan duit pribadi, tapi duit resmi. Makanya kunaikan 15 persen," kata Ahok di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (4/4/2016).
Ahok menegaskan Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 merupakan landasan hukum proyek reklamasi. Keberadaan Kepres inilah yang ia sebut menjadi payung hukum PT Pelindo II melakukan reklamasi di Pelabuhan Tanjung Priok.
Menurut Ahok, pulau hasil reklamasi yang dilakukan PT Pelindo II kini sudah jadi. Pulau itulah yang kini dikenal sebagai New Tanjung Priok. (Baca: Pak Ahok, untuk Siapa Reklamasi Pantai Jakarta?)
"Pulau N punya Pelindo itu udah jadi. Sebenarnya tahun 2000 pernah digugat sampai ke MA (Mahkamah Agung), tapi mereka gugat balik dan menang," ujar Ahok.