Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengganti Rustam Effendi Pastikan Akan Jalankan Kebijakan Ahok Sesuai SOP

Kompas.com - 28/04/2016, 13:15 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terkait penertiban kerap mendapat penolakan keras dari masyarakat. Adalah para wali kota yang dilematis berhadapan dengan warga yang tegas menolak penertiban.

Kebanyakan penolakan terjadi karena pemerintah dianggap sewenang-wenang dan tidak memberikan ganti rugi. Namun, Pemprov DKI, khususnya untuk tanah negara yang diduduki secara tidak sah, memang menurut kebijakan tidak memberikan ganti rugi.

Rustam Effendi yang mengundurkan diri dari jabatan wali kota Jakarta Utara disebut Ahok tak juga menertibkan bawah kolong Tol Ancol. Padahal, Dinas Tata Air DKI hendak membersihkan saluran air yang berada di bawah permukiman liar.

Menanggapi kasus semacam ini, Wakil Wali Kota Jakarta Utara Wahyu Haryadi, yang kini menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Jakarta Utara, mengatakan, ia akan mengedepankan tahapan dan prosedur, misalnya sosialisasi terlebih dahulu dengan warga.

"Seperti yang saya bilang, ada tahapan-tahapan tadi, ada sosialisasi dulu," kata Wahyu, di ruang kerjanya, di Kantor Wali Kota Jakarta Utara, Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Kamis (28/4/2016).

Prosedur penertiban pun, menurut dia, punya jangka waktu, tidak bisa sengaja dipercepat atau diperlambat, misalnya dalam hal pemberian surat peringatan (SP).

Jika mengacu pada peraturan menteri dalam negeri, Wahyu melanjutkan, SP1 berlaku untuk tujuh hari ke depan. Setelah tujuh hari, SP2 kemudian dilayangkan. SP2 berlaku untuk tiga hari ke depan. Yang terakhir adalah SP3, yang berlaku dalam waktu 1 x 24 jam.

Hal tersebut juga bisa mengikuti peraturan gubernur (pergub). Dalam pergub, pemberian SP1 dan seterusnya punya jangka waktu lebih singkat. SP1 berlaku untuk tiga hari ke depan, SP2 untuk dua hari, dan SP3 satu hari.

"Terserah, kita mau ikut yang permendagri atau yang pergub. Jadi, enggak bisa kita cepat-cepatin atau kita lama-lamain. Kita lama-lamain nih, kasih waktu buat masyarakat supaya ada waktu untuk siap-siap atau apa, ya salah juga, dong," ujar Wahyu.

Kalau berhadapan pada kasus tanah milik pemerintah, Wahyu mengatakan, ganti rugi jelas tidak bisa diberikan kepada warga. Kalau ganti rugi diberikan, maka pemerintah justru melanggar aturan.

"Sekarang begini, banyak yang sering Pak Gubernur bilang, ini tanah pemerintah, masa kita mau bayarin tanah pemerintah dua kali gitu, kan. Misalnya depan rumah kamu kosong, terus ada yang nempati, kita salah, dong, orang bayar tanah kita sendiri. Kan regulasinya begitu," ujar Wahyu.

Namun, untuk kasus penertiban Pasar Ikan beberapa waktu lalu, pihaknya bisa percaya diri karena tanah yang akan ditertibkan milik pemerintah.

Berbeda lagi kalau penertiban menyasar ke tempat warga yang punya surat atau bukti hak kepemilikan atas tanah. Jika demikian, maka menurut dia, pemerintah akan mengikuti aturan yang ada.

"Kembali pada aturan main kalau memang belum pernah dibebaskan, aturan mainnya ada. Kenapa kita percaya dirinya tinggi pada saat di zona 1, 2, 3 (Pasar Ikan dan Akuarium), karena itu memang milik pemerintah," ujarnya.

Kompas TV Selama 17 Bulan, Tiga Wilayah Kena Gusur
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com