Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Kenapa Sejuta KTP "Teman Ahok" Saja Tidak Cukup?

Kompas.com - 06/06/2016, 06:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Selain ungkapan kocak cenderung sinis beberapa "Teman Ahok" di media sosial menagih janji politisi kepada Monumen Nasional (Monas), tidak cukup terdengar kegembiraan atau rencana perayaan atas segera tercapainya sejuta Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Hingga Minggu (5/6/2016) malam, "Teman Ahok" melalui webnya telah mengumpulkan 933.846 KTP untuk Ahok yang akan berpasangan dengan Heru Budi Hartono. Dibutuhkan 66.153 KTP dukungan untuk tercapainya sejuta dukungan.

Angka 933.846 KTP dukungan sebenarnya jauh dari cukup untuk syarat mencalonkan Ahok-Heru secara independen. Berdasarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, syarat minimal dukungan calon independen di Pilgub DKI Jakarta adalah 532.213 KTP dukungan.

Angka 532.213 itu muncul berdasarkan hitung-hitungan atas keputusan Mahkamah Konstiusi (MK) pada 29 September 2015.

Calon independen harus mengumpulkan KTP 10 persen di daerah dengan jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sampai 2.000.000 orang; 8,5 persen di daerah dengan DPT antara 2.000.000 dan 6.000.000 orang; 7,5 persen di daerah denngan DPT antara 6.000.000-12.000.000 orang; dan 6.5 persen di daerah dengan DPT di atas 12.000.000 orang.

Dengan jumlah DPT DKI Jakarta 7.096.168 (Pemilu 2014), calon independen di Jakarta harus mengumpulkan 7,5 persennya yaitu 532.213 KTP dukungan. Pada pertengahan Mei 2016, "Teman Ahok" sudah melampaui angka ini. Diperkirakan, pertengahan Juli 2016 sejuta KTP dukungan akan terkumpul.

Tiga hari atau hangus

Tidak terdengarnya kegembiraan berlebih atau rencana perayaan atas capaian yang tidak mudah ini dari "Teman Ahok" bisa dipahami. Klaim sejuta KTP dukungan untuk Ahok-Heru masih memerlukan verifikasi faktual oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS).

Tahapan ini terlihat lebih sulit dari sekadar mengumpulkan sejuta KTP dukungan.

Berdasarkan RUU Pilkada yang telah disetujui DPR untuk diundangan, Jumat (3/6/2016), verifikasi faktual oleh petugas PPS dilakukan melalui metode sensus. Metode sensus itu diatur dalam Pasal 48 Ayat 3-3c. Dalam UU Pilkada sebelumnya yaitu UU No 1/2015 ataupun Perppu No 1/2014, diadopsi verifikasi administrasi.

Dengan metode sensus, petugas PPS menemui langsung pendukung. Jika petugas PPS tidak bisa menemui pendukung, tim pasangan calon harus menghadirkan pendukungnya ke kantor PPS paling lambat tiga hari. Jika tidak bisa menghadirkan, dukungan dianggap tidak memenuhi syarat. UU Pilkada baru ini juga mengatur hasil verifikasi faktual itu tidak diumumkan.

Sebenarnya, kewajiban petugas PPS menemui langsung pendukung calon independen dalam tahapan verifikasi faktual mengadopsi Pasal 23 (6) dan Pasal 24 Peraturan KPU No 9/2015 tentang Pencalonan Pilkada. KPU mensyaratkan ada verifikasi faktual PPS menemui pendukung calon perseorangan sesuai alamat mereka.

Di aturan itu, jika pendukung tidak berada di tempat saat petugas PPS berkunjung, tim pasangan calon dapat membawa mereka ke kantor PPS kapan saja hingga masa verifikasi faktual berakhir. Pada penyelenggaraan pilkada serentak Desember 2015, masa verifikasi faktual berlangsung dari 23 Juni-6 Juli 2015 alias 14 hari.

Kelonggaran waktu yang memungkinkan sejumlah kendala bisa dikelola ini tidak akan ada lagi karena UU Pilkada yang menunggu diundangkan. Jika dalam tiga hari tim pasangan calon tidak bisa menghadirkan pendukung, dukungan KTP yang sudah didapat dianggap tidak memenuhi syarat.

Hapus dukungan fiktif

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Jelang Pilkada 2024, 8 Nama Daftar Jadi Calon Wali Kota Bogor Melalui PKB

Megapolitan
Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Satpol PP Minta Pihak Keluarga Jemput dan Rawat Ibu Pengemis Viral Usai Dirawat di RSJ

Megapolitan
Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Mulai Hari Ini, KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Cagub Independen

Megapolitan
Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Kala Senioritas dan Arogansi Hilangkan Nyawa Taruna STIP...

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

[POPULER JABODETABEK] Kebengisan Pembunuh Wanita Dalam Koper | Kronologi Meninggalnya Siswa STIP yang Dianiaya Senior

Megapolitan
Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Daftar 73 SD/MI Gratis di Tangerang dan Cara Daftarnya

Megapolitan
Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi 'Penindakan'

Taruna STIP Tewas Dianiaya, Polisi Ungkap Pemukulan Senior ke Junior Jadi Tradisi "Penindakan"

Megapolitan
Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Empat Taruna STIP yang Diduga Saksikan Pelaku Aniaya Junior Tak Ikut Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Motif Pelaku Aniaya Taruna STIP hingga Tewas: Senioritas dan Arogansi

Megapolitan
Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com