JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera WS Soemarwi, mengungkapkan alasan warga mengajukan gugatan secara berkelompok atau class action terkait normalisasi Sungai Ciliwung.
Normalisasi tersebut dinilai warga tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak bisa dilanjutkan.
"Gugatannya adalah class action karena kami menilai bahwa para tergugat telah melakukan tindakan melawan hukum dalam proses normalisasi Kali Ciliwung atau dalam program trase Kali Ciliwung," ujar Vera di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (7/6/2016).
(Baca: Sidang Perdana "Class Action" Digelar, Warga Bukit Duri Datangi PN Jakpus)
Menurut Vera, program normalisasi Sungai Ciliwung yang dimulai pada 4 Oktober 2012 itu seharusnya berakhir pada 5 Oktober 2015.
Sebab, berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, pelaksanaan proyek untuk pembangunan kepentingan umum hanya boleh dilakukan selama dua tahun dan dapat diperpanjang satu tahun.
"Itu dilaksanakan oleh Pergub Nomor 163 Tahun 2012 dan juga diperpanjang oleh SK Gubernur Nomor 21 Tahun 2014," kata dia.
Dengan demikian, menurut dia, seharusnya Pemprov DKI Jakarta dan Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) sudah menghentikan program normalisasi Sungai Ciliwung tahun ini.
Namun, hingga saat ini, program normalisasi itu masih berlangsung, dan Pemprov DKI rencananya akan menggusur warga Bukit Duri pada akhir Juni.
"Kalau sudah tidak ada dasar hukum ya harus dihentikan itu semua program normalisasi karena sudah kedaluwarsa. Kenapa harus dipaksakan? Apa urgensinya?" tutur Vera.
Warga Bukit Duri mengajukan class action pada 10 Mei 2016 lalu. Mereka menggugat BBWSCC, Pemprov DKI Jakarta, dan Pemkot Jakarta Selatan terkait program normalisasi Sungai Ciliwung.
Sidang perdana gugatan tersebut seharusnya digelar pada Selasa ini. Namun, sidang tersebut ditunda karena semua pihak tergugat tidak menghadiri persidangan. (Baca: Pemprov DKI dan Tergugat Lainnya Tak Hadir, Sidang "Class Action" Warga Bukit Duri Ditunda)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.