Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah 30 Tahun, Satu Arah Puncak Masih Relevan?

Kompas.com - 10/08/2016, 15:00 WIB


Pertengahan Juli lalu, setidaknya ada enam spanduk dipasang Komunitas Wilayah Puncak. Spanduk dari 40 organisasi kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat itu pada intinya menuntut penghapusan kebijakan lalu lintas satu arah di Puncak.

Menurut Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Ikkpas, yang tergabung dalam Komunitas Wilayah Puncak (KWP), Imam Sukarya Sarkowi, kebijakan satu arah di Puncak itu sudah usang dan harus dievaluasi tuntas.

Kebijakan itu diberlakukan pertama kali tahun 1986. Saat itu, kebijakan diambil agar tamu-tamu dari arah Kota Bogor atau Jakarta bisa lancar melenggang menuju Taman Safari Indonesia.

”Itu sudah 30 tahun lalu. Masak sampai sekarang masih diterapkan, tanpa ada perbaikan?” tanyanya, akhir pekan lalu.

Sekolah diliburkan

Akibat pengaturan satu arah itu, sekolah-sekolah di Cisarua diliburkan pada Sabtu karena guru dan siswa tidak bisa sampai ke sekolah atau kesulitan pulang ketika sekolah selesai.

Chaidir Rusli, penggerak LSM Balai Seni Budaya yang juga bergabung dalam KWP, merasakan kebijakan itu sungguh tidak manusiawi bagi masyarakat Cisarua dan pengguna jalan lainnya.

Ketika satu arah, warga harus melipir hati-hati di sisa pinggir jalan agar tidak ditabrak kendaraan yang melaju kencang.

”Yang tabrakan atau terserempet kendaraan sudah banyak sekali. Setidaknya dua famili dan satu karyawan saya meninggal dunia akibat tertabrak atau tabrakan saat satu arah,” katanya.

Badan jalan di jalur alur Puncak kini makin lebar. Sebaliknya, trotoar terkikis habis.

”Bagaimana warga kami bisa aman? Sadar tidak polisi dan para pejabat pemerintah itu? Saya menuntut kebijakan itu dihapus total. Carilah kebijakan yang lebih manusiawi. Mereka digaji rakyat untuk membuat kebijakan yang manusiawi,” tutur Mang Iding, panggilan Chaidir.

Tak berjadwal

Wahyudin (49), karyawan sebuah hotel dan pemilik lapak dagangan oleh-oleh di Cipayung, mengaku gamang kalau kebijakan satu arah dihapus sama sekali. Bisa-bisa tidak ada lagi yang mau ke Puncak karena macet total.

Menurut dia, awal penerapan kebijakan itu bagus. Hanya saja, empat-lima tahun belakangan terjadi ketidakkonsistenan dalam pelaksanaannya. Dulu penerapannya tertib, hanya dua jam pada pagi hari dan dua jam pada sore hari. Kebijakan diberlakukan pada jam yang sama sehingga warga dan tamu hotel dapat menyesuaikan waktu dan aktivitasnya.

”Sekarang bisa saja polisi tiba-tiba menutup jalur lebih awal dan lebih lama. Akibatnya, warga kerepotan dan pihak hotel mendapat komplain dari tamu karena memberikan informasi yang tak tepat. Warga dan tamu terjebak di antrean sampai tiga empat jam akibat penutupan jalur yang tidak diketahui pasti jadwalnya,” tuturnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com