Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Sosok Mirip DN Aidit dalam Lukisan di T3 New Soetta, Ini Penjelasan AP II

Kompas.com - 12/08/2016, 14:38 WIB
Kontributor Amerika Serikat, Andri Donnal Putera

Penulis

TANGERANG, KOMPAS.com - Sejak Kamis (11/8/2016), netizen ramai membicarakan tentang salah satu karya seni lukisan yang ditampilkan di area boarding Terminal 3 New Bandara Soekarno-Hatta.

Lukisan yang dimaksud adalah Seri Ilusi # The Indonesia Idea (.ID) karya seniman Galam Zulkifli. Lukisan tersebut menampilkan ratusan figur tokoh yang pernah menoreh sejarah perjalanan panjang bangsa Indonesia, mulai dari sebelum sampai setelah kemerdekaan.

Salah satu figur tokoh yang ramai diperbincangkan oleh netizen di media sosial adalah Dipa Nusantara Aidit, Ketua Umum Partai Komunis Indonesia (PKI). Sosok figur yang disebut-sebut sebagai DN Aidit ada di sebelah kiri bawah lukisan tersebut.

Ukuran figur itu lebih kecil ketimbang figur tokoh-tokoh lainnya yang digambarkan lebih besar dalam kanvas lukisan tersebut.

Head of Corporate Secretary and Legal PT Angkasa Pura II Agus Haryadi saat dihubungi Kompas.com menjelaskan, lukisan tersebut sebenarnya menceritakan tentang kaleidoskop bangsa Indonesia.

Sosok yang ditampilkan oleh Galam merupakan mereka yang pernah menorehkan sejarah dan riwayat bangsa Indonesia, terlepas dari sejarah yang baik maupun sejarah kelam.

"Terbentuknya bangsa ini kan dari perjalanan panjang yang berdarah-darah. Mungkin kalau ini dipajang di museum, tidak masalah. Tapi, karena ini dipajang di area publik, jadi menuai komentar netizen," tutur Agus.

Dari deskripsi singkat di bawah lukisan Galam, tertulis penjelasan sebagai berikut:

Indonesia bukanlah sebuah antinomi yang memperlihatkan wajah yang tunggal. Ia adalah sebuah pembayangan bersama yang ditopang dari ide yang beragam. Ide atau pikiran yang kemudian bermetamorfosis menjadi ideologi di praksis pergerakan sedemikian rupa berdialog dan mencari titik kompromi yang terkadang musykil.

Sebagai sebuah panggung, Indonesia adalah persembahan panjang tentang pencarian kebenaran lewat jalan perdebatan. Ide-ide dipertemukan mencari formula, tidak saja bentuk negara, melainkan juga bagaimana mempertemukan keragaman ide dari tuturan bahasa yang berbeda-beda se-Nusantara menjadi sukma "persatuan nasional".

Proses menjadi Indonesia adalah sesungguhnya kerja coba-coba yang serius. Bukan saja proses ini melahirkan "pahlawan", tapi juga "pemberontak".

Bukan saja proses ini menobatkan sejumlah pemilik ide menjadi "tokoh bangsa" yang tampil dalam silabus sejarah, tapi juga pengusung ide yang teralpa dan bahkan terkubur karena pilihan ideologis yang kalah dalam pertaruhan. Ide-ide yang bertaruh dan diperjuangkan dengan keras kepala itulah yang membingkai wajah Indonesia yang terwariskan hingga kini.

"The Indonesian Idea" ini adalah proyek visual dengan ambisi menyambangi seluruh simpul, spektrum, nuansa seluruh semesta ide yang melahirkan rantai panjang tanpa putus ihwal keindonesiaan.

Empat ratus wajah dengan latar ide(ologi) dan praksis (kerja) di atas kanvas adalah ikhtiar menaikkan yang terinjak, memunculkan yang hilang, dan menyatukan yang terserak. "The Indonesian Idea" adalah ikhtiar atas ide-ide besar peradaban memaklumatkan keindonesiaan yang di satu sisi utuh, satu, berkemanusiaan, demokratik, dan dialogis; namun di sisi yang lain kebesaran yang ideal itu adalah ilusi.

Lewat "jalan cahaya" sebagai metode visual, simulasi dari ilusi itu menyadarkan kita betapa anugerah keragaman ide ini rapuh, goyah. Salah satu cara merawatnya adalah menampilkannya secara adil, berani, dan nondiskriminatif.

Kompas TV Ini Suasana Hari Pertama Terminal 3 Soekarno-Hatta
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Heru Budi Pastikan Pasien TBC yang Bukan KTP DKI Bisa Berobat di Jakarta

Megapolitan
Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Warga Bekasi Tertabrak Kereta di Pelintasan Bungur Kemayoran

Megapolitan
Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Faktor Ekonomi Jadi Alasan Pria 50 Tahun di Jaksel Nekat Edarkan Narkoba

Megapolitan
Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Keluarga Taruna yang Tewas Dianiaya Senior Minta STIP Ditutup

Megapolitan
UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

UU DKJ Amanatkan 5 Persen APBD untuk Kelurahan, Heru Budi Singgung Penanganan TBC

Megapolitan
Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Pria 50 Tahun Diiming-imingi Rp 1,8 Juta untuk Edarkan Narkoba di Jaksel

Megapolitan
Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Polisi Temukan 488 Gram Sabu Saat Gerebek Rumah Kos di Jaksel

Megapolitan
KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

KPU: Mantan Gubernur Tak Bisa Maju Jadi Cawagub di Daerah yang Sama pada Pilkada 2024

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Bakal Beri Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket yang Ditertibkan

Megapolitan
Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Heru Budi Sebut Pemprov DKI Jakarta Mulai Tertibkan Jukir Liar Minimarket

Megapolitan
Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Tegal Bahari, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

20 Pelajar SMA Diamankan Polisi akibat Tawuran di Bangbarung Bogor

Megapolitan
Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Jakarta Utara Macet Total sejak Subuh Buntut Trailer Terbalik di Clincing

Megapolitan
Polisi Periksa 36 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Periksa 36 Saksi Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

Ngerinya Kekerasan Berlatar Arogansi Senioritas di STIP, Tradisi yang Tak Benar-benar Hilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com