JAKARTA, KOMPAS.com - Tingkat keterpilihan atau elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI 2017 disebut stagnan. Terkait hal itu, Basuki memilih untuk membuktikannya pada hari pelaksanaan Pilkada DKI 2017.
"Tunggu saja 15 Februari, saya juga kepingin tahu karena Jakarta kan 50 plus 1 persen," ujar Ahok (sapaan Basuki) di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (19/8/2016).
Elektabilitas Ahok yang stagnan merupakan hasil survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedaikopi) bertajuk "Ini Kata Publik Jakarta Tentang Calon Gubernur Mereka". Elektabilitas Ahok pada survei periode ini hanya 47,9 persen.
Persentase tersebut belum melampaui 50 plus 1 persen yang merupakan syarat untuk memenangkan Pilkada DKI. Ahok mengatakan caranya untuk meningkatkan elektabilitas adalah meneruskan pekerjaan dengan baik saja.
"Saya sudah kerja gini laku enggak nih? Kalau enggak laku mesti cari (kerja) di tempat lain kan," ujar Ahok.
Survei ini dilakukan pada 11 sampai 13 Agustus 2016 kepada 400 responden yang tersebar secara proporsional di 40 kelurahan yang ada di DKI Jakarta. Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan pemilihan responden yang dilakukan secara acak. (Baca: Survei Kedaikopi: Elektabilitas Ahok Stagnan)
Metode yang digunakan adalah sampel acak bertingkat, dengan margin of error 4,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Elektabilitas Ahok disebut stagnan karena dalam survei-survei sebelumnya, tingkat elektabilitas Ahok juga belum melampaui angka 50 plus 1 persen.
Adapun dari total responden, sebanyak 57 persen menyatakan sudah mantap dengan pilihannya. Sedangkan 36 persen lainnya menyebutkan bisa mengubah pilihannya untuk Pilkada DKI Jakarta.