JAKARTA, KOMPAS.com - Bustanil Arifin (46) merupakan salah satu kurir dari jaringan narkotika yang melibatkan orang Indonesia dan Malaysia.
Bustanil mengaku, dirinya hanya disuruh oleh bandar besar yang bernama Ahmad Mulyadi (42) untuk mengambil sabu di Pontianak dibawa ke Jakarta. Ternyata sabu tersebut masuk ke Indonesia melalui Kalimantan Barat dan diendapkan di Pontianak sebelum beredar di Jakarta.
Bustanil mengaku, ia menjadi kurir narkoba sejak Mei lalu. Selama tiga bulan, Bustanil lolos membawa sabu dari Pontianak ke Jakarta melalui jalur udara.
"Saya sudah empat kali lolosin sabu dari Pontianak ke Jakarta. Per kilonya saya dibayar Rp 20 juta," kata Bustanil di Mapolda Metro Jaya, Jumat (26/8/2017).
Ia menuturkan, dirinya terpaksa menjadi kurir narkoba karena istrinya sedang sakit. Ia membutuhkan banyak biaya untuk proses kesembuhan istrinya.
"Istri saya pas habis dicopot spiralnya mengalami pendarahan. Kata dokter rahimnya suruh diangkat, makanya saya butuh banyak biaya," kata dia.
Ia menjelaskan, sebelum menjadi kurir narkoba dia menjadi penjual parsel di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Ia mengaku hasil penjualan parsel tak cukup untuk memenuhi biaya hidup keluarganya.
"Saya sudah lama jadi tukang parsel di Cikini. Biaya hidup makin mahal, terpaksa saya jadi kurir. Saya nyesel kalau tahu akhirnya harus berurusan sama polisi kayak gini," katanya sambil menitihkan air mata.
Polisi berhasil mengungkap jaringan narkoba internasional. Dalam pembongkaran itu, dibekuk satu bandar besar bernama Ahmad Mulyadi (42). Selain itu ditangkap lima kurir, yakni Bustanil Arifin (46), Teguh (24), Ina Warsina (37), Samsudin (46) dan Sugeng (48).
Dari tangan mereka polisi menyita sabu seberat lima kilogram, 200 butir pil ekstasi dan uang tunai sebesar Rp 944.700.000.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.