Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Curahan Hati Ketua RW Bukit Duri soal Relokasi

Kompas.com - 29/09/2016, 10:02 WIB
Nibras Nada Nailufar

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua RW 12 Bukit Duri, Muhammad (58), mungkin satu-satunya warga yang tak penasaran melihat bagaimana ekskavator hidrolik menggaruk tembok bata dan melindasnya hingga rata dengan tanah pada saat penggusuran kawasan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2016) kemarin.

"Daripada sakit hati, mending kagak usah lihat dah," kata Muhammad ketika ditemui Kompas.com di Pospol Bukit Duri, Rabu malam.

Sambil mengernyitkan dahinya, Muhammad mengaku sempat stress karena belum sampai lima tahun melebarkan tanah dan membangun rumah, pemerintah akhirnya benar-benar menjalankan program normalisasi Sungai Ciliwung di kawasan itu.

Pada 2011, Muhammad membeli sepetak tanah di belakang rumahnya dengan harga Rp 60 juta. Tanahnya pun makin lebar, kurang lebih 6 x 20 meter. Dua tahu lalu, di atasnya ia membangun rumah dengan total biaya Rp 200 juta.

Sudah 30 tahun lebih ia bermukim di Bukit Duri. Sebelum menjadi Ketua RW selama sembilan tahun terakhir, Muhammad merupakan Ketua RT selama 15 tahun.

"Dulu saya mau diutus sama warga jadi Ketua RT seumur hidup. Terpaksa saya, karena enggak ada yang mau jadi Ketua RT," katanya.

Maklum, baru dua tahun terakhir pengurus RT dan RW diberikan uang operasional meski tak banyak nominalnya. Dulu, ia harus mengeluarkan uang dari kantongnya sendiri untuk berbagai kegiatan seperti jumantik, posyandu, dan administrasi warga.

Tteapi itu bukan yang jadi beban terberat Muhammad. Relokasi warga Bukit Duri selama setahun terakhir menjadi puncak ujian Muhammad.

"Saya dicaci-maki segala macam, diomongin di belakang, dibilang pengkhianatlah," katanya.

Pergunjingan itu menyusul keputusan Muhammad tiga bulan lalu untuk mengambil satu unit Rusun Rawa Bebek bagi ia dan istrinya. Muhammad mengaku tak pakai pikir panjang untuk mengikuti rencana pemerintah.

Ia sudah memperhitungkan semuanya, belajar dari penggusuran-penggusuran lainnya di Jakarta.

Langkah Muhammad dipertanyakan sejumlah Ketua RT di bawahnya. Mengapa ia tak berada di sisi warga untuk menggugat pemerintah.

Muhammad mengatakan itu adalah kewenangan tiap RT sebagai 'pemilik' warga untuk menyampaikan rencana pemerintah dan membiarkan warga menentukan nasibnya sendiri.

Muhammad mengaku, normalisasi Sungai Ciliwung ini akhirnya membelah warga. Ia harus berhadapan dengan sahabat karibnya, salah satu Ketua RT di bawahnya yang kini masuk dalam daftar penggugat pemerintah terkait normalisasi CIliwung.

Sejak Agustus lalu, sudah ada 313 keluarga direlokasi ke Rusun Rawa Bebek, sementara sisanya sekitar 70 keluarga menolak opsi relokasi. Mereka yang menolak kini tengah mengajukan gugatan class action di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan menggugat surat peringatan (SP-1) ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

Mereka tengah memperjuangkan haknya di jalur yang mereka anggap benar, meski belakangan tetap kehilangan rumahnya.

Muhammad mengaku tak ikut campur pada pilihan sikap warganya. Ia hanya mendoakan agar warga Bukit Duri yang tergusur tetap sejahtera di mana pun mereka berada.

"Kalau sudah begini, saya biarin masing-masing milih nasibnya. Kita disediakan pilihan buat nerima atau ngelawan, masing-masing saja, (relokasi) ini yang menguntungkan buat saya," katanya.

Kompas TV 80 Keluarga Bukit Duri Masih Bertahan di Permukiman
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Pria Diduga ODGJ Lempar Batu ke Kepala Ibu-ibu, Korban Jatuh Tersungkur

Megapolitan
Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Positif Narkoba

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Sabtu dan Besok: Tengah Malam Berawan

Megapolitan
Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Pencuri Motor yang Dihakimi Warga Pasar Minggu Ternyata Residivis, Pernah Dipenjara 3,5 Tahun

Megapolitan
Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Aksinya Tepergok, Pencuri Motor Babak Belur Diamuk Warga di Pasar Minggu

Megapolitan
Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Polisi Temukan Ganja dalam Penangkapan Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez

Megapolitan
Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Bukan Hanya Epy Kusnandar, Polisi Juga Tangkap Yogi Gamblez Terkait Kasus Narkoba

Megapolitan
Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Diduga Salahgunakan Narkoba, Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez Ditangkap di Lokasi yang Sama

Megapolitan
Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Anies-Ahok Disebut Sangat Mungkin Berpasangan di Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Pria yang Lecehkan 5 Bocah Laki-laki di Cengkareng Ditetapkan Tersangka

Megapolitan
Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Disuruh Beli Rokok tapi Tidak Pulang-pulang, Ternyata AF Diamuk Warga

Megapolitan
Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Korban Pelecehan Payudara di Jaksel Trauma, Takut Saat Orang Asing Mendekat

Megapolitan
Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Dilecehkan Pria di Jakbar, 5 Bocah Laki-laki Tak Berani Lapor Orangtua

Megapolitan
Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Rute Transjakarta 12C Waduk Pluit-Penjaringan

Megapolitan
Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Gumarang, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com