JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota organisasi Solidaritas Merah Putih (Solmet) datang ke Balai Kota DKI Jakarta untuk menemui Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Mereka menyerahkan bunga untuk Basuki atau Ahok.
"Kami memberikan bunga sebagai lambang perdamaian dan kami kasih dukungan kepada Pak Ahok untuk melayani masyarakat Jakarta sepenuh jiwa," ujar Ketua Umum Solmet, Sylver Matutina, di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (14/2/2017).
Selain itu, mereka juga memberikan sapu dan pengki kepada Ahok. Sylver mengatakan, sapu dan pengki tersebut hanya sebuah simbol. Sapu tersebut merupakan simbol agar Ahok menyapu bersih koruptor.
"Kedua kami memberikan sapu sebagai lambang untuk menyapu bersih korupsi yang ada di Jakarta termasuk di indonesia. Untuk membersihkan korupsi dan melawan politisi busuk," ujar Sylver.
Sylver juga sempat menyinggung kasus dugaan penodaan agama yang menimpa Ahok. Menurut Sylver, Ahok tidak pernah melakukan penodaan agama seperti yang didakwakan.
"Kami rasa beliau tidak bersalah makanya saya pikir Pak Ahok jalan aja terus," ujar Sylver.
Kompas TV Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama Senin (13/2) pagi kembali berkantor di Balai Kota. Sebelum mengikuti sidang kasus dugaan penodaan agama, Ahok menyempatkan diri menemui warga Jakarta yang biasanya menyampaikan sejumlah laporan. Ahok juga sempat berfoto bersama dengan warga. Namun, kembalinya Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta setelah berakhirnya cuti kampanye pilkada dipersoalkan karena status Ahok sebagai terdakwa. Dalam perbincangan program Kompas Petang, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat Ahok seharusnya nonaktif. Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun berpandangan berbeda. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri menyatakan status Ahok sebagai terdakwa kasus dugaan penodaan agama tak serta merta menjadi dasar penonaktifan. Pro kontra yang muncul soal Ahok harus dinonaktifkan atau tidak tak terlepas adanya perbedaan tafsir dari undang-undang nomor 23 tentang kepala daerah. Pasal 83 undang undang ini menyebut, kepala daerah yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi, terorisme, makar, mengancam keamanan negara atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun diberhentikan sementara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.