Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga DKI Keberatan 4 Fraksi di DPRD DKI Boikot Rapat karena Status Ahok

Kompas.com - 14/02/2017, 15:10 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga menyayangkan aksi boikot yang dilakukan oleh empat fraksi partai politik di DPRD DKI Jakarta terhadap Pemprov DKI Jakarta. Dikhawatirkan, aksi boikot tersebut akan mengganggu jalannya roda pemerintahan di Ibu Kota.

"Ngapain sih boikot-boikot, nanti kan yang rugi rakyat kalau wakilnya mogok begitu," ujar Ulfa (23) mahasiswi ilmu komunikasi sebuah universitas swasta ketika ditemui Kompas.com di kawasan Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (14/2/2017).

Ulfa berpendapat, sebaiknya para anggota DPRD DKI itu mengikuti saja aturan yang berlaku di Indonesia. Ia berharap keempat fraksi itu mengurungkan niatnya untuk melakukan aksi boikot.

"Seharusnya mereka (DPRD DKI) sikapnya lebih bijaksana. Kalau tidak setuju, tempuh jalur yang sudah diatur, jangan boikot-boikot begitu," ucap dia.

Senada dengan Ulfa, Inge (26) juga menyayangkan langkah yang ditempuh para wakil rakyat itu. Menurut dia, hal yang dilakukan anggota DPRD DKI Jakarta tersebut malah menambah masalah yang ada di Ibu Kota.

Ia curiga, para anggota DPRD yang melakukan aksi boikot tersebut memang tidak suka dengan gaya kepemimpinan Ahok selama menjadi gubenur DKI Jakarta.

"Jangan-jangan mereka susah korupsi karena Ahok tegas makanya pada boikot," kata Inge.

Lanny (31), seorang perawat di rumah sakit di bilangan Jakarta Pusat juga berpendapat yang sama. Menurut dia, jika DPRD DKI Jakarta menolak melakukan rapat dengan jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI akan banyak kebijakan pemerintah yang molor akibat hal itu.

"Misalnya Pemprov mau bangun fasilitas publik, nah karena anggota DPRD-nya enggak mau rapat jadinya fasilitas itu enggak kebangun-bangun. Yang rugi kan rakyat juga yang udah bayar pajak," kata dia.

Mengenai penonaktifan Ahok, Lanny menyerahkan semua prosesnya sesuai hukum yang berlaku. Jika dirasa Ahok layak dinonaktifkan, maka pemerintah harus melakukan itu. Namun, jika memang Ahok tidak perlu dinonaktifkan, maka para wakil rakyat itu haruslah menghargainya. Ia berharap para wakil rakyat lebih bijak lagi dalam mengambil keputusan.

Sejumlah fraksi partai politik di DPRD DKI Jakarta melakukan aksi boikot terhadap Pemprov DKI Jakarta. Aksi boikot itu dengan menolak melakukan rapat dengan jajaran satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Pemprov DKI.

Empat fraksi di DPRD DKI Jakarta tersebut yaitu fraksi PKS, PPP, PKB, dan Gerindra. Aksi boikot itu dilakukan untuk menuntut kejelasan status Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Presiden RI Joko Widodo.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Fraksi PKS Triwisaksana mengatakan, harus ada status yang jelas karena status Ahok yang saat ini juga sebagai terdakwa pada kasus dugaan penodaan agama. Pada Pasal 83 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda disebutkan, seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa harus diberhentikan sementara.

Triwisaksana menambahkan, kejelasan status Ahok diperlukan untuk menentukan apakah nantinya kebijakan yang dikeluarkan oleh Ahok, seperti pergub, cacat hukum atau tidak. Dia menilai, serah terima jabatan (sertijab) yang dilakukan Ahok dan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Sumarsono tak menjelaskan apa pun terkait status Ahok.

Guna mempercepat kejelasan status itu, DPRD DKI Jakarta akan segera menyurati Kemendagri dan Presiden Jokowi untuk meminta status Ahok sebagai Gubernur DKI dipertegas.

Kompas TV Selain fraksi Partai Gerindra DPR, sejumlah orang yang menyebut dirinya perwakilan aktivis lintas generasi Pro Demokrasi bertemu dengan pimpinan DPR RI. Aktivis Pro Demokrasi mendesak DPR melalui Komisi II untuk memanggil Mendagri Tjahjo Kumolo karena tidak memberhentikan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah yang menemui para aktivis menilai sebaiknya DPR RI mengajukan hak interpelasi dibandingkan hak angket. Selain lebih cepat prosesnya, pengajuan hak interpelasi dinilai Fahri lebih tepat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang



Terkini Lainnya

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Heru Budi Sebut Bakal Ada Seremonial Khusus Lepas Nama DKI Jadi DKJ

Megapolitan
Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Keberatan soal Iuran Tapera, Karyawan Keluhkan Gaji Pas-pasan Dipotong Lagi

Megapolitan
Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Duka Darmiyati, Anak Pamit Beli Kopi lalu Ditemukan Tewas Dalam Toren Tetangga 2 Hari Setelahnya

Megapolitan
Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Pengedar Narkoba di Koja Pindah-pindah Kontrakan untuk Menghilangkan Jejak dari Polisi

Megapolitan
DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

DPC Gerindra Tunggu Instruksi DPD soal Calon Wali Kota Pilkada Bogor 2024

Megapolitan
Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Perempuan Tewas Terlindas Truk Trailer di Clincing, Sopir Truk Kabur

Megapolitan
Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Keluarga di Pondok Aren Gunakan Air buat Sikat Gigi dan Wudu dari Toren yang Berisi Mayat

Megapolitan
Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Heru Budi: Tinggal Menghitung Bulan, Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota Negara

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com