JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) mencabut gugatan terhadap pemerintah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang meminta agar pemerintah mengeluarkan surat keputusan pemberhentian sementara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Wakil Ketua ACTA Ali Lubis mengatakan, pencabutan itu didasarkan pada dua hal, yakni gugatan yang telah lebih dulu didaftarkan serta lamanya proses gugatan.
"Iya, kami mau cabut itu, kan sudah banyak beberapa teman yang daftar gugatan juga. Ke PTUN juga. Jadi nanti tujuannya bukan mencabut karena yang macem-macem, kita mau bersinergi aja," ujar Ali ketika dihubungi, Kamis (23/2/2017).
Ali mengatakan, gugatan serupa pernah diajukan oleh Advokat Muda Peduli Jakarta (Ampeta) dan Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi).
Kata Ali, sebanyak apa pun laporan yang masuk, sidangnya akan tetap dijadikan satu sehingga lebih baik fokus di gugatan pertama.
"Jadi nanti kita saling memperkuat, misalnya dari bukti, dari argumen," katanya.
Selain itu, proses gugatan juga akan memakan waktu cukup lama. Hingga saat ini, Ali belum menerima jadwal sidang dari PTUN.
Ali dan rekan-rekannya mempertimbangkan proses sidang, banding, peninjauan kembali, hingga putusan inkracht van gewisjde. Proses gugatan diperkirakan melampaui masa kerja Ahok sebagai gubernur pada Oktober 2017.
"Jadi sidang belum selesai mungkin pencoblosan udah selesai, mungkin Pak Ahok sendiri sudah selesai nanti jadi gubernur. Jadi kan lama gitu, sementara yang kita mau kaji sekarang langsung dikeluarkan surat keputusan atau keterangan Pak Ahok dinonaktifkan. Segera lho, itu kan perintah undang-undang," kata Ali. (Baca: ACTA Cabut Gugatan terhadap Ahok di PN Jakarta Utara)
Ali menilai seharusnya surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo segera terbit tanpa perlu digugat maupun diminta. Ali tidak sepakat jika putusan pemberhentian Ahok menunggu dakwaan hakim dalam kasus penodaan agama.
"Argumen Pak Mendagri tidak ada di undang-undang. Undang-undang kan bahasanya bagi siapa pun, kurang lebih gitu kan, kepala daerah dengan status terdakwa harus diberhentikan. Jadi enggak ada unsur lainnya. Jadi silakan pidananya jalan sendiri, ini kan terkait status Pak Ahok harus diberhentikan," ujar Ali.
Sebelumnya, ACTA mendaftarkan gugatan ke PTUN pada Senin (13/2/2017). ACTA merujuk pada Pasal 83 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. (Baca: Pemerintah Digugat ke PTUN agar Terbitkan SK Pemberhentian Ahok)
Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa seorang kepala daerah atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara dari jabatannya apabila didakwa melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana paling singkat lima tahun penjara, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI.