JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat mengatakan, sulit bagi pemerintah untuk memberikan sanksi kepada sekolah yang siswanya sering terlibat tawuran. Soalnya, hampir sebagian besar tawuran yang melibatkan pelajar terjadi di luar jam sekolah.
Pihak sekolah, kata Djarot, bisa berkelit bahwa mereka sulit mengawasi perilaku para siswa jika berada di luar lingkungan sekolah.
"Bisa berkelit sekolahnya, mereka bisa bilang kan terjadi di luar jam pelajaran. Jadi nggak bisa divonis sekolahnya," ujar Djarot di Jakarta Timur, Senin (27/2/2017).
Meski sulit memberikan sanksi kepada sekolah yang dinilai lalai mengawasi siswanya, ada sejumlah cara yang diyakini Djarot bisa mencegah terjadinya tawuran. Sekolah yang muridnya sering tawuran bisa melakukan pertukaran guru dengan sekolah yang menjadi lawan mereka.
Pencegahan lain, antar kepala sekolah harus membuka diri untuk menjalin komunikasi agar setiap permasalahan yang terjadi bisa diselesaikan dengan kepala dingin.
Djarot mengatakan, metode itu telah diterapkan di dua sekolah di Jakarta Selatan yang sering bertikai. Saat ini, antara kedua sekolah itu tak pernah lagi terjadi tawuran.
"Kenapa kepala sekolahnya harus erat (hubungannya). Kalau ada apa-apa enak ngomongnya. Kan SMA itu dibangun rasa kebanggan, egoisme," ujar Djarot.
Seorang pelajar teknik mesin kelas IX, Ahmad Andika Bagaskara, tewas dalam tawuran dengan pelajar lainnnya di Pasar Rebo, Selasa (14/2/2017) lalu. Pada hari itu ada 17 siswa SMK Budi Murni 4 dan 6 siswa SMK Bunda Kandung yang berkelahi melawan 18 siswa SMK Adi Luhur 2.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.