JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak penyedia layanan Uber menyatakan bahwa mereka bukanlah pesaing angkutan umum.
Sebab, dari data yang dimiliki, banyak pengguna Uber yang juga merupakan pengguna KRL commuter line dan bus transjakarta.
Head of Public Policy and Goverment Affairs Uber Indonesia Jhon Colombo mengatakan, kebanyakan pengguna Uber adalah pengguna yang mengombinasikan beberapa moda transportasi dalam satu kali perjalanan.
Mayoritas dari mereka menggunakan layanan Uber pada kilometer pertama dan kilometer terakhir perjalalan.
"Dengan begini kita melihat sebetulnya kita simbiosis dengan transportasi massal, bukan bertentangan. Kita bisa bekerja sama untuk memberikan opsi bagi masyarakat kota besar sehingga bisa mengurangi ketergantungan pada mobil pribadi," kata Jhon di kantornya di UOB Plaza, Jakarta, Senin (29/5/2017).
(Baca juga: Layanan Uber Kini Bisa Dipesan Lewat Aplikasi Trafi)
Ia menyampaikan hal ini dalam acara penandatangan kerja sama antara Uber dan penyedia aplikasi transportasi Trafi. Melalui kerja sama ini, layanan Uber dapat dipesan melalui aplikasi Trafi.
Uber menjadi layanan transportasi umum non-massal pertama yang masuk dalam Trafi. Aplikasi Trafi menyediakan informasi bagi penggunanya yang hendak berpergian dengan transportasi umum.
Aplikasi ini menawarkan pilihan beberapa jenis moda, dari mulai KRL, transjakarta, angkot, hingga kini Uber.
Seperti pemesanan langsung pada aplikasi Uber, pada pemesanan melalui Trafi, pengguna dapat melihat durasi perjalanan dan estimasi biaya.
(Baca juga: Dikeluhkan, Sistem Pembayaran Aplikasi Uber Menggunakan Kartu Kredit)
Dengan menekan tombol opsi berlogo Uber, pengguna akan otomatis masuk ke dalam aplikasi Uber dan ditawarkan berbagai jenis layana Uber, baik UberX maupun UberMotor.
"Hampir 30 persen perjalanan Uber dimulai dan berakhir kurang dari 200 meter dari stasiun kereta. Ini sangat penting dan jadi pertimbangan kenapa kita sangat mengutamakan partnership dengan aplikasi seperti Trafi," kata Jhon.