Menurut para sopir angkot, jarak tempuh yang mereka bisa dapatkan per hari lebih kurang 100 kilometer.
Padahal, kata Masdes, jarak tempuh bisa lebih panjang jika waktu ngetem digunakan untuk menarik penumpang.
Hal itu disampaikan Masdes setelah melakukan kajian terhadap mikrolet M 08 trayek Tanah Abang-Kota.
Masdes mengatakan, beberapa waktu yang lalu pihaknya melakukan kajian dengan menaiki sejumlah mikrolet dari berbagai trayek, termasuk M 08.
Para petugas Dishub DKI dan PT Transjakarta menaiki angkot layaknya seorang penumpang.
"Kami bersama (petugas) PT Transjakarta survei, kami naik angkota dari subuh pukul 05.00 sampai pukul 23.00. Saya siapkan sekitar 30 orang," ujar Masdes di Kantor Dishub DKI Jakarta, Kamis (22/2/2018).
Saat menaiki mikrolet tersebut, petugas mendapati banyak sopir yang terlalu lama ngetem. Dia memperkirakan, para sopir hanya memanfaatkan 60 persen waktu dari pukul 05.00 hingga 23.00 untuk beroperasi, sedangkan 40 sisanya untuk "ngaso".
Selain itu, juga ada sopir yang beroperasi pada waktu tertentu, misalnya pukul 06.00 hingga 10.00, atau jam sibuk lainnya. Setelah itu, para sopir tak lagi beroperasi dan pulang.
Masdes mengatakan, setelah mengikuti program OK Otrip, para sopir tak akan bisa berperilaku demikian.
Para sopir memiliki jam kerja dan jam istirahat. Semakin sedikit jarak tempuh yang mereka dapatkan, bayaran tarif rupiah per kilometer yang mereka dapatkan juga akan semakin sedikit.
Selain itu, para sopir juga akan didamping petugas Dishub DKI dan petugas dari PT Transjakarta setiap beroperasi.
"Mereka hanya manfaatkan 60 persen waktu, 40 persen lagi dia ngaso atau pulang lebih awal. Nanti mereka akan ada dua sif,istirahat 1 jam. Nah dengan simulasi yang kemarin, mereka bisa mencapai 175 km per hari," ujar Masdes.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/23/06591121/dishub-jarak-tempuh-tak-tercapai-karena-sopir-angkot-kebanyakan-ngetem