Dengan ditundanya pembacaan tuntutan, kuasa hukum terdakwa berharap jaksa penuntut umum (JPU) tidak menuntut dengan Pasal 114 Ayat 2 dan 113 Ayat 2 KUHP.
"Karena pasal ini tuntutannya maksimal hukuman mati," kata kuasa hukum terdakwa Daniel Setiawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/2/2018).
Menurutnya, pada sidang-sidang sebelumnya, para saksi dinilai tidak bisa membuktikan para terdakwa sebagai perantara atau pemasok narkoba.
"Saat saksi-saksi ditanyakan, terutama saksi penyidik dari kepolisian, mereka tidak bisa menunjukkan siapa yang menjual. Kemudian, siapa yang akan membeli di Indonesia dan akan dikirim kemana," ucapnya.
Ia mengatakan, para terdakwa hanya bertidak sebagai kurir yang tidak mengetahui barang yang diantar.
"Saksi-saksi ini mengatakan, mereka hanya mengantar saja. Jadi, bukan mereka penjualnya, bukan mereka juga yang membeli, mereka hanya kurir," ujar Daniel.
Ia mengatakan, fungsi perantara dan kurir berbeda-beda. Perantara, lanjutnya, aktif menghubungi penjual dan pembeli.
Sementara kurir hanya mengantarkan barang yang dipesan melalui aplikasi online.
"Kami optimis bukan tuntutan maksimal tuntutan mati, tetapi masuk ke Pasal 112 Ayat 2 hukumannya seumur hidup," katanya.
Delapan warga Taiwan jadi terdakwa dalam kasus itu. Lima di antaranya berperan sebagai awak kapal Wanderlust yang mengantar sabu ke Anyer, Banten.
Tiga orang lainnya ditangkap saat membawa sabu dalam mobil pada 13 Juli 2017. Mereka kini didakwa dengan pasal 114 juncto pasal 132 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/02/26/20555201/pengacara-minta-terdakwa-penyelundupan-1-ton-sabu-tak-dihukum-mati