Namun, jauh sebelum yayasan berdiri, mantan sopir lepas itu sudah mengasuh anak-anak kurang mampu sejak 2002.
Tujuannya agar anak-anak itu mendapat pendidikan yang layak.
Joko menceritakan, ada makna khusus di balik nama Yayasan Benih Kebajikan Nusantara Al-Hasyim.
"Maknanya bahwa yayasan kami akan selalu menebarkan benih atau bibit kebaikan kepada siapa saja, terutama kepada orang yang membutuhkan pertolongan," ujar Joko kepada Kompas.com, di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Selasa (22/5/2018).
Menebarkan benih kebaikan juga berarti bersikap baik kepada siapa pun.
Joko dan Tati tak mau bibit kebaikan itu hanya ditujukan untuk anak-anak asuh mereka.
"Kami bertujuan memberikan perilaku, sikap hidup yang baik kepada semua mahluk, khususnya umat manusia sebagai mahluk sosial," katanya.
Sementara itu, kata "nusantara" pada nama yayasan bermakna bahwa yayasan milik Joko itu menampung anak-anak dari seluruh penjuru nusantara.
"Nusantara artinya untuk seluruh nusantara, karena memang latar belakang anak-anak kami bermacam-macam suku," ucapnya.
Terakhir, kata "Al-Hasyim" diambil dari nama almarhum orangtua Joko dan Tati.
Mengasuh anak dengan kehidupan seadanya
Saat ini, ada 38 anak laki-laki dan perempuan yang tinggal di Yayasan Benih Kebajikan Nusantara Al-Hasyim.
Usia mereka beragam.
Ada yang masih bayi, balita, anak-anak usia SD, hingga anak-anak usia SMA dan sederajat.
Kehidupan anak-anak itu jauh lebih beruntung dibanding anak-anak generasi pertama yang diasuh sekitar tahun 2002.
Dulu, Joko dan Tati merawat anak-anak itu dengan kehidupan seadanya.
Makan pun ala kadarnya hanya dengan mie instan, sambal, ikan asin, tempe, tahu, dan kerupuk.
Joko dan Tati bersyukur anak-anak asuh mereka saat itu tak masalah hidup serba terbatas.
"Alhamdulillah anak-anak mau terima kondisi itu, yang penting sekolahnya terjamin. Anak-anak pada waktu itu luar biasa semua. Dengan keterbatasan, mereka semangat," kata Joko.
Dulu, Joko hanya mengandalkan penghasilannya sebagai sopir panggilan atau pekerja lepas.
Cincin itu hilang karena terlalu lama tidak ditebus.
Untuk menghidupi anak-anak asuhnya, Joko "nyopir" dari pagi hingga malam.
Namun, sejak menderita penyakit diabetes dan hepatitis pada 2016, Joko memutuskan berhenti menjadi sopir.
Ia kemudian membuka warung kelontong di Jalan Kedondong, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/05/23/06002541/di-balik-nama-yayasan-benih-kebajikan-milik-mantan-sopir-yang-asuh-anak