Lia harus menjalani pekerjaan tersebut demi menghidupi anak dan keluarganya di Bogor. Ia merupakan orangtua tunggal.
"Saya single parent Bang, anak satu umur 18 tahun. Yah, penghasilan buat kita hidup berdua saja, sama saya juga punya kewajiban bantu keluarga yang sakit di Bogor," kata Lia kepada Kompas.com, Selasa (5/6/2018).
Lia bercerita, anaknya tidak mau lagi bersekolah karena takut akan merepotkannya. Kendati demikian, ia tetap banting tulang menjadi sopir bus yang harus berpacu dengan kerasnya kehidupan jalanan dan terminal.
"Kadang saya harus pontang-panting nyari uang untuk bantu paman juga yang sakit di Bogor," kata dia.
Lia merasa berutang budi kepada pamannya itu. Sebab, dulu anaknya yang bernama Muhammad Tabrani besar di Bogor bersama sang paman.
Saat ini, paman Lia menderita sakit komplikasi dan harus cuci darah satu bulan sekali.
"Dari kecil saya sudah yatim piatu, jadi anak tinggal sama paman di Bogor. Saya kerja di Jakarta hanya kirim uang, tetapi biar bagaimana pun kan, tenaga lebih besar nilainya daripada uang kan bang," kata dia.
Ia khawatir karena beredar isu bahwa trayek reguler tiga perempatnya akan dihapus dan diganti dengan angkutan per kilo meter milik PT Transjakarta.
"Namanya saya orang kecil Bang, bisanya cuma bawa bus, harapanya ya mudah-mudahan trayek ini enggak dihapus dan diganti. Saya harus bagaimana kalau sampai enggak ada trayek lagi," ucapnya.
Menariknya, menjadi satu-satunya sopir wanita di Terminal Kampung Rambutan tak membuat wanita berusia 32 tahun ini terpengaruh pergaulan yang kurang baik.
Justru, menurut Kepala Terminal Dalam Kota Kampung Rambutan Thofik Winanto, Lia termasuk sopir yang patuh.
"Kalau dia (Lia), orangnya patuh, nggak suka neko-neko lah. Kalau soal kehidupan terminal tinggal bagaimana kita pribadi membawa dirinya," ucap Thofik.
Lia juga menyampaikan pendapatnya soal Terminal Kampung Rambutan. Menurut dia, terminal kini makin tertib dan aman.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/06/06/19014001/harapan-lia-trayek-bus-yang-dikemudikannya-tak-dihapus