Keluhan itu disampaikan saat Susi mengunjungi Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Minggu (22/7/2018).
"Kalau saya berharap pemerintah bisa melihat masyarakat Pulau Pari. Harapan kami ke depan hak kelola ada di masyarakat dan pemerintah bisa memberikan legalitas," kata perwakilan warga, Shahrul Hidayat, di lokasi.
Ia mengaku senang bisa menyampaikan harapannya kepada Susi. Sebab, menurut dia, saat ini warga merasakan seperti dijajah di tanah sendiri.
Sementara itu, Susi menerima masukan warga tersebut. Menurut dia, warga asli tidak boleh disingkirkan dari tempat tinggalnya.
"Kewajiban saya mendengar dan saya rasa mereka juga benar. Karena mereka lahir turun temurun di pulau ini," kata Susi.
Ia mengatakan, investor atau perorangan tidak boleh mengakui sebuah pulau karena ada aturan di setiap pulau.
Sebanyak 30 persen lahan setiap pulau adalah milik pemerintah, sedangkan 70 persen sisanya digunakan untuk sarana publik.
Susi menilai konflik warga dengan PT Bumi Pari Asri terkait sengketa lahan tidak pantas dilakukan. Perusahaan tersebut mengklaim memiliki hak kepemilikan lahan Pulau Pari.
Dalam kunjungan tersebut, Susi membuka peluang investor yang ingin mengelola pulau di Indonesia untuk mencari pulau lainnya.
Sebab dari 17.500 pulau yang ada di Indonesia, masih ada lebih dari 6.000 pulau yang tidak berpenghuni dan bisa dikelola investor.
Sengketa lahan di Pulau Pari telah terjadi sejak 2014. PT Bumi Pari Asri mengklaim lahan warga sebagai miliknya.
Terakhir, Ombudsman menemukan adanya malaadministrasi yang dilakukan Kantor Pertanahan Jakarta Utara dalam menerbitkan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT Bumi Pari Asri di Pulau Pari.
Sidang kasus sengketa tersebut masih bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/07/22/19120281/menteri-susi-tidak-pantas-di-negara-sebesar-ini-ada-rebutan-1-hektar