"Pertama yang internasional ya di 2012 di Art Jog, Yogyakarta," kata Joko ketika dihubungi, Minggu (19/8/2018).
Saat itu, jalinan bambu Joko berjejer di halaman Taman Budaya Yogyakarta. Kemudian di Penang, Malaysia pada 2013, sebanyak 3.000 batang bambu menutupi Balai Kota di George Town.
Karyanya kemudian mejeng di Art Stage Singapore 2014. Tahun berikutnya, karya bambu 'Big Trees' miliknya memukai Frankfurter Kunstverein di Jerman.
Di 2017, bambu yang dirakit Joko Avianto mampir di Yokohama Triennale. Karyanya disandingkan dengan seniman kenamaan lain.
"Karya saya disandingkan dengan karya penting lainnya di dunia, Ai Weiwei," ujar dia.
Berbeda dengan karya lainnya, 'Getih Getah' Bundaran HI dikerjakan hanya dalam waktu seminggu. Karya berdimensi 12 x 4 x 5,5 meter itu menghabiskan sekitar 1.500 bambu dengan dibantu orang. Ada 73 bambu penyangga yang menyimbolkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia ke-73.
Menurut Joko, karya itu terinspirasi bentuk windsock atau penunjuk arah mata angin. Ujungnya dibuat seperti ikatan tambang untuk melambangkan persatuan.
Nama 'Getih Getah' yang artinya merah putih, terinspirasi dari pasukan Majapahit.
"Pasukan datang dari kapal yang ada di utara menuju ke selatan. Saya negbayangin atlet kita siap bertempur kayak Majapahit itu yang tidak gentar," ujar dia.
Joko mengatakan, ia tak memusingkan interpretasi masyarakat soal karya seninya. Ia hanya berharap kesempatan itu dapat membudayakan apresiasi seni instalasi di masyarakat Indonesia.
"Kalau di negara lain yang punya empat musim dibongkar tiga bulan terus diganti winter karya yang lain. Ruang-ruang itu tuh ruang kreatif yang dibuka, difasilitasi oleh Pemprov dan mungkin saya jadi case pertama karena kebetulan memang menghadapi Asian Games dan 17 Agustus," ujar dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/19/19093871/selain-bundaran-hi-karya-joko-avianto-pernah-dipajang-di-jerman-dan