Salin Artikel

Saksi Ahli Sidang Ajudikasi Taufik: PKPU Nomor 20 Bukan Cabut Hak Politik

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018 tidak mencabut hak politik seorang mantan narapidana korupsi.

Hal tersebut disampaikan Donal saat menjadi saksi ahli dalam sidang ajudikasi penyelesaian sengketa proses pemilu antara KPU DKI Jakarta dan politikus Partai Gerindra Mohamad Taufik, di Kantor Bawaslu DKI Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Donal menilai, Pasal 4 Ayat 3 PKPU Nomor 20 Tahun 2018 yang menjegal pencalonan Taufik adalah pembatasan hak politik, bukan pencabutan hak politik.

"Saya pikir, pandangan pencabutan hak politik itu sangat keliru karena yang dilakukan adalah partai membatasi, bukan KPU yang melarang," kata Donal.

Donal menilai, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 bukannya melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri, melainkan mendorong partai politik untuk tidak mencalonkan orang yang merupakan mantan narapidana korupsi.

"Partai yang diatur supaya secara demokratis tidak mencalonkan yang tiga jenis pidana itu. Jadi, menurut saya keliru ketika dianggap KPU mencabut hak politik," ujar Donal.

Ia berpendapat, hak politik seseorang tidak serta merta hilang setelah menjadi narapidana korupsi. Menurut dia, mantan narapidana tetap bisa berpolitik, walau tidak dapat menjadi pejabat publik.

"Kalau ada partai mau rekrut mantan napi jadi pengurus partai itu silakan, dan itu banyak sekali. Tetapi, kalau dia masuk sebagai sektor penyelenggara publik, harus dibatasi. Bukan untuk menghukum, tapi dia telah gagal karena tidak jujur," tutur Donal.

Selama persidangan, kuasa hukum Taufik dan majelis Bawaslu melontarkan sejumlah pertanyaan yang menyebut PKPU 20 Tahun 2018 mencabut hak politik seseorang.

Taufik dianggap tidak memenuhi syarat (TMS) karena berdasarkan Peraturan KPU No 20 Tahun 2018, seorang mantan narapidana kasus korupsi seperti dia tidak dapat mencalonkan diri pada pileg.

Sementara itu, menurut Taufik, PKPU 20 Nomor 20 Tahun 2018 itu bertentangan dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

UU tersebut menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.

Adapun Taufik divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004, karena dinyatakan terbukti merugikan negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.

Saat itu, pria yang kini menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta itu menjadi ketua KPU DKI Jakarta.

https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/24/18230741/saksi-ahli-sidang-ajudikasi-taufik-pkpu-nomor-20-bukan-cabut-hak-politik

Terkini Lainnya

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Pengelola Imbau Warga Tak Mudah Tergiur Tawaran Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

UPRS IV: Banyak Oknum yang Mengatasnamakan Pengelola dalam Praktik Jual Beli Rusunawa Muara Baru

Megapolitan
9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RM Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke