"Ada (pemilik) rumah besar yang enggak bolehkan (petugas) masuk. Ada penghuninya, tetapi kita tidak boleh masuk," ujar Marullah saat dihubungi, Selasa (29/1/2019).
Marullah meminta petugas jumantik tidak tinggal diam menghadapi persoalan ini.
Dia menginstruksikan para petugas membuat formulir berisi daftar yang harus dicek pemilik rumah.
"Berikan form, mereka yang periksa sendiri. Kasih check list misalnya sudah diperiksakah dispenser mereka, pot-pot kembang," kata dia.
Pemberian formulir pengecekan jentik, lanjut dia, merupakan salah satu upaya untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk penyebab demam berdarah dengue (DBD).
Hal itu juga merupakan bagian dari edukasi terhadap warga.
"Kalau sudah diceklis, enggak apa-apa kita enggak masuk, tetapi kami sudah pastikan bahwa lingkungannya aman. Itu yang saya katakan jumantik mandiri," ucap Marullah.
Kasus DBD di Jakarta paling banyak terjadi di Jakarta Selatan.
Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan lima kecamatan dengan tingkat kejadian (incidence rate/IR) tertinggi di Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur.
IR adalah perhitungan kejadian per 100.000 penduduk yang digunakan untuk mengukur proporsi kejadian DBD. Semakin tinggi angka IR, maka semakin tinggi kejadiannya.
Jagakarsa tercatat sebagai wilayah dengan kejadian tertinggi dengan 19,27 IR, disusul Kalideres (16,94 IR), Kebayoran Baru (16,54 IR), Pasar Rebo (13,93 IR), dan Cipayung (13,57 IR).
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/01/29/21510161/banyak-pemilik-rumah-mewah-di-jaksel-tak-izinkan-jumantik-berantas-jentik