Naneh merupakan salah satu warga DKI Jakarta yang mengaku dimintai pungutan biaya saat mengurus sertifikat tanahnya.
Akibat masalah tersebut, sertifikat hak atas tanahnya belum bisa diberikan, sebab tanah milik Naneh bermasalah karena dua hal.
Pertama, masih kurangnya surat dari ahli waris. Kedua, tanah milik Naneh merupakan tanah milik desa yang disewa pada tahun 1952 hingga sekarang.
"Yang bersangkutan harus menyelesaikan dulu permasalahan atas tanah tersebut. Baru setelah itu sertifikat tanah bisa diberikan," ujar Marta saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/2/2019).
Menurut Marta, sertifikat tanah milik Naneh mesti harus ditarik kembali untuk dilengkapi nama-nama pemegang hak tanah dan mesti membayar pemasukan sebesar 25 persen dikali luas tanah dikali Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sesuai Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 239 Tahun 2015 dan Pergub DKI Jakarta Nomor 217 Tahun 2016.
Sebelumnya, Naneh mempertanyakan perihal sertifikat tanahnya yang sejak Oktober 2018 hingga kini belum ia dapatkan.
Naneh juga mengaku dimintai uang sejumlah Rp 3 juta oleh pengurus di kelurahan setempat bernama Mastur untuk mengurus sertifikat tanahnya.
Ketika dikonfirmasi soal itu, Marta mengaku tidak tahu menahu mengenai pungutan biaya tersebut.
Sebab sejak sosialisasi tahun lalu, BPN tegas mengatakan tidak ada pungutan biaya dalam pengurusan sertifikat tanah.
"Saya tidak tahu-menahu. Tanyakan langsung pada RT atau RW. Sejak awal BPN sudah mengatakan bahwa proses pengurusan sertifikat tanah gratis," ujar Marta.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/09/11370751/bpn-status-tanah-warga-yang-diminta-rp-3-juta-untuk-urus-sertifikat