"Ini ada KTP saya, Pak, saya mau surat suara Pak. Kagak-kagak, saya mau empat kertas suara Pak, saya ini warga negara Pak!" kata pria itu kala berdebat dengan Ketua KPPS.
Sang Ketua KPPS hanya menjawab santai. Ia mengatakan, warga itu hanya boleh mendapat satu surat suara karena berstatus sebagai pemilih pindahan.
Setelah diberi pemahaman, pria itu pun meninggalkan TPS dikawal petugas karena dianggap mengganggu keamanan TPS.
Begitulah skenario simulasi pengamanan TPS yang digelar di kantor Wali Kota Jakarta Utara dalam rangka apel pengamanan Pemilu, Rabu (20/2/2019) pagi.
Ketua KPU Jakarta Utara Abdul Bahder Maloko mengatakan, protes dari pemilih pindahan seperti itu itu merupakan salah satu hal yang paling diantisipasi dalam Pemilu 2019.
Menurut Bahder, seorang pemilih pindahan hanya berhak mendapat satu surat suara, yaitu surat suara pemilihan presiden.
"Kami simulasikan tadi itu efek dari pemilih pindah itu pada penerimaan surat suara. Jadi disimulasikan tadi itu (warga) di luar DKI yang mendapatkan satu surat suara makanya protes," kata Bahder.
Selain skenario di atas, ada beberapa kericuhan lain yang ditampilkan dalam simulasi, antara lain protes dari pemilih yang ditegur karena menelepon di bilik surat suara serta saksi partai politik yang protes karena surat suara dianggap tidak sah.
Bahder menegaskan, petugas pengamanan TPS tidak segan-segan mengusir pemilih yang dianggap mengganggu. Petugas kepolisian dan tentara juga disiagakan di sekitar TPS.
"Kalau di lokasi TPS maka dilakukan oleh (petugas) pengamanan dan ketertiban yang mengamankan, sehingga meninggalkan lokasi TPS baru diamankan oleh pihak kepolisian," ujar Bahder.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/02/20/11214211/kpu-simulasikan-sejumlah-kondisi-rawan-saat-pemungutan-suara-di-tps