Berdasarkan data dari website Pemkot Jakarta Barat, tercatat pada bulan Januari ditemukan 116 pasien DBD di Kalideres. Jumlahnya meningkat di bulan Februari menjadi 122 pasien.
Kasudin Kesehatan Jakarta Barat Kristy Wathini mengungkapkan, salah satu faktor terjadinya peningkatan pasien DBD adalah sulitnya kader juru pemantau jentik (jumantik) dan petugas kesehatan masuk ke kawasan perumahan elite dan bangunan kosong.
"Sulitnya kader jumantik dan petugas kesehatan ke perumahan elite, pabrik, lahan kosong dan rumah tidak berpenghuni menyebabkan kurangnya pemantauan pada jentik-jentik nyamuk," katanya saat dihubungi Kompas.com, Senin (11/3/2019).
Guna mengatasi hal tersebut, Kristy meminta masyarakat untuk kooperatif terhadap petugas jumantik.
"Saya minta warga bisa menerima petugas jumantik. Para petugas juga diharap pakai tanda pengenal dalam melakukan tugasnya. Kami juga berkoordinasi dengan RT setempat untuk kawasan-kawasan yang sulit dimasuki petugas supaya RT menemani," paparnya.
Selain itu, Kristy juga menyampaikan bahwa kenaikan jumlah penderita DBD di Kalideres karena warga kurang melaksanakan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3M Plus.
"Peran serta masyarakat kurang dalam melakukan PSN 3M Plus. Masih banyak yang mengandalkan fogging dalam pengendalian nyamuk," jelas Kristy.
Padahal, menurut Kristy, PSN 3M Plus merupakan tindakan preventif untuk mengurangi DBD.
Sebab, curah hujan dan kelembapan udara yang tinggi berpengaruh terhadap perkembangan nyamuk.
"Kelembapan udara tinggi membuat nyamuk cepat berkembang biak. Sedangkan curah hujan tinggi membuat wadah-wadah yang kering terisi air hujan, kondisi tersebut sangat disukai nyamuk," ujarnya.
Adapun penderita DBD di DKI Jakarta hingga awal Februari pekan lalu mencapai 878 jiwa. Dari jumlah tersebut, 233 kasus ditemukan di Jakarta Barat.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/11/21493891/jumlah-penderita-dbd-meningkat-warga-diimbau-tidak-tolak-kedatangan