S Ridwan, pria itu, sudah berusia 63 tahun. Ia berprofesi sebagai tukang bekam tradisional. Puluhan tanduk sapi digunakannya dalam memberi terapi bagi pasien-pasiennya.
Ridwan mengaku sudah puluhan tahun menjalani pekerjaan tersebut.
"Dari saya bujangan dulu sudah bisa, tapi baru dapat amanah dari leluhur pas umur 41 tahun, buat ngobatin orang begini," tutur Ridwan.
Ia awalnya memijat orang-orang yang merasa kelelahan hanya dengan tangan kosong. Belakangan ia menggunakan tanduk sapi sebagai alat bekam. Ia mengetahui itu dari seorang teman yang berasal dari Pasaman, Sumatera Barat.
Tak ada alasan medis khusus mengapa ia menggunakan tanduk sapi dalam mengobati pasien-pasiennya
"Kalau pakai gelas atau alat bekam itu kan cuma bisa sedikit di punggung saja. Kalau ini ukurannya kan agak kecil, ya sengaja saya cari yang agak kecil biar bisa dipasang di banyak titik," kata dia
Tanduk-tanduk sapi itu didapatkannya dari berbagai rumah potong di Jakarta. Namun tak semua tanduk sapi bisa digunakan sebagai alat bekam.
"Harus dari sapi Kupang karena tanduknya itu bentuknya pas, terus dalamnya juga berlubang seperti ini," katanya sambil menunjukkan salah satu tanduk tersebut.
Ridwan kemudian menunjukkan cara dia membekam pasiennya dengan tanduk. Ia mulai dengan menyemprotkan minyak pada sebuah besi yang diujungnya diberi kain. Kain tersebut kemudian dibakar dan pembakarannya diarahkan ke dalam tanduk.
Setelah itu dia memasang tanduk ke tangan kanannya. Beberapa menit kemudian tanduk dilepas. Sebuah tanda lingkaran merah pun membekas di kulit tangan Ridwan.
Ridwan mengatakan, baru dua tahun belakangan ini dia menawarkan jasanya di Pasar Kebayoran Lama. Dulu dia biasa berkeliling sekitar Terminal Kalideres, Jakarta Barat dan sejumlah pangkalan truk yang ada di Jakarta.
Saat menyambangi pangkalan-pangkalan truk, ia mendapat gelar khusus dari para supir yang di bekamnya.
"Jadi kan rata-rata supir ini orang Medan. Saya kebetulan dari Medan. Nah, jadi pada manggil wak kusuk. Kalau di Medan kan bapak-bapak biasa dipanggil wak, terus kalau mijat gini bahasa medannya kusuk. Jadilah saya di panggil wak kusuk," kata Ridwan sambil tertawa.
Di usianya saat ini, dia merasa tak mampu lagi berkeliling ke pangkalan truk untuk menawarkan jasa. Anak-anak Ridwan juga sudah melarang dia bekerja. Namun dia berkeras terus melanjutkan usahanya meski harus mangkal di pasar.
"Bosan saya di rumah, mendingan begini, nolong orang, terus dapat duit juga, tapi ya sekarang sudah gak kayak dulu yang bisa sampai malam," kata dia.
Ridwan menetapkan tarif Rp 50.000 untuk sekaliterapi. Sehari Ridwan biasanya mendapat sekitar lima pasien.
Ridwan mengaku tak pernah menolak jika ada orang kurang mampu yang membayarnya tak sesuai tarif.
"Ya kadang kayak pengamen gitu, bilang cuma bisa ngasih Rp 20.000, Rp 15.000. Tetap saya obatin," kata dia.
Ridwan mengaku pernah diminta untuk melakukan terapi bekam kepada dua orang dokter.
"Dokter juga pernah ada dua orang. Waktu itu apa dia ingin coba-coba atau gimana, kita gak tahu," tutur Ridwan.
Salah satu momen tak terlupakan saat menjalani pekerjaan itu adalah ketika dia membekam penyanyi Judika. Hal itu itu terjadi tahun 2014 di Kalibata City, Jakarta Selatan.
Awalnya dia diminta untuk memijat manajer Judika.
"Manajernya itu kemudian bilang ke Judika mau gak nyobain ini (bekam), yang ngerjain orang Medan juga. Judikanya mau, terus saya dipanggil," kata Ridwan.
Ridwan berencana akan terus melanjutkan pekerjaannya itu. Meski tak lagi seaktif dulu, dia ingin terus menolong orang dengan kemampuan yang dimilikinya.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/03/14/07070011/ridwan-tukang-bekam-tanduk-sapi-yang-obati-para-sopir-truk