Salin Artikel

6 Fakta Kasus Eggi Sudjana, Berawal dari Seruan People Power hingga Jadi Tahanan Polda Metro

Eggi resmi menjadi tahanan Polda Metro Jaya atas kasus makar terkait seruan people power selama 20 hari ke depan.

Keputusan penahanan Eggi itu dikeluarkan setelah polisi melakukan pemeriksaan lebih dari 30 jam sejak Senin (13/5/2019) sore.

"Saya Insyaallah warga negara yang taat hukum dalam proses ini. Pihak kepolisian yang sekarang sudah menetapkan saya sebagai tahanan untuk 20 hari ke depan," kata Eggi di Polda Metro Jaya, Selasa.

Kompas.com merangkum 6 fakta perjalanan kasus makar yang menjerat Eggi Sudjana hingga berakhir di tahanan.

1. Berawal Dari Seruan People Power

Kasus makar tersebut berawal dari tersebarnya sebuah video yang menampilkan Eggi mengajak orang melakukan people power.

Video itu tersebar melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp dan YouTube pada 17 April atau sesaat setelah hasil hitung cepat atau quick count sejumlah lembaga survei muncul di media elektronik.

Eggi pun dilaporkan oleh Suryanto, relawan Jokowi-Ma'ruf Center (Pro Jomac). Laporan tersebut teregister dengan nomor: LP/B/0391/IV/2019/BARESKRIM tertanggal 19 April 2019 dengan tuduhan makar. Laporan tersebut selanjutnya dilimpahkan ke Polda Metro Jaya.

Eggi dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya untuk dimintai keterangan sebagai saksi pada 26 April 2019.

Kemudian, Eggi, dipanggil kembali untuk menjalani pemeriksaan kedua sebagai saksi pada 3 Mei 2019. Kendati demikian, Eggi tak memenuhi panggilan penyidik.

Kala itu, kuasa hukum Eggi, Pitra Romadoni Nasution, mengatakan, kliennya telah memberikan kuasa kepada dirinya untuk memenuhi panggilan kedua penyidik.

"Klien kami sudah merasa cukup (menjawab pertanyaan penyidik). Mau tanya apa lagi? Kalau mau tanya tentang pendapat, silakan datang ke kediaman (Eggi Sudjana) atau kantor kami (tim advokasi Eggi Sudjana)," kata Pitra, Jumat (3/5/2019).

2. Penetapan Tersangka

Setelah penyidik memiliki bukti permulaan yang didapatkan dari pemeriksaan saksi-saksi hingga barang bukti, penyidik menetapkan Eggi sebagai tersangka makar terkait seruan people power pada 9 Mei 2019.

"Penetapan tersangka itu berdasarkan bukti permulaan yakni pemeriksaan enam saksi, empat keterangan ahli, petunjuk barang bukti seperti video, dan pemberitaan di media online," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, Kamis (9/5/2019).

Eggi dijerat pasal berlapis atas kasus dugaan makar terkait dengan seruan people power tersebut.

Pasal-pasal yang menjerat Eggi itu mengatur tentang tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara/makar dan atau menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat dan atau menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau kabar yang tidak lengkap.

"Dijerat pasal 107 KUHP dan/atau Pasal 110 KUHP jo Pasal 87 KUHP dan/atau Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 dan/atau Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," kata Argo.

3. Bantahan Eggi Sudjana atas Penetapan Tersangka

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Eggi mengatakan, tuduhan makar yang diarahkan kepadanya terkait seruan people power adalah salah alamat.

Saat melontarkan seruan itu, ia mengaku tidak sedang mempermasalahkan pemerintahan yang ada sekarang, melainkan soal pemilihan calon presiden (capres).

"Kesalahan konstruksi hukum. Yang kami persoalkan adalah capres. Bukan presiden. Jadi kalau kami people power dituduh makar, itu salah alamat. Karena kami tidak mempersoalkan pemerintahan yang sah. Kami hanya mempersoalkan capres yang curang," ucap Eggi di depan kantor Bawaslu, Jakarta Pusat.

Eggi menyebutkan capres nomor urut 01, yaitu Joko Widodo, telah berbuat curang yang terstruktur, sistematif, dan masif selama pemilu dan patut didiskualifikasi.

Ia menyebutkan, diskualifikasi peserta pemilu tertuang pada Pasal 463 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).

"Harus didiskualifikasi, dan yang hitungan-hitungan yang salah itu harus dipidana empat tahun," kata dia.

Selain itu, lanjut Eggi, kasus dugaan makar terkait pernyataan people power tak sesuai prosedur hukum dalam Kitab Hukum Acara Pidana. Menurut dia, makar terbagi dalam tiga kategori.

Pertama, makar sesuai dengan Pasal 104 KUHP yang dimaknai sebagai aksi untuk menghilangkan nyawa atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan presiden atau wakil presiden saat menjalankan pemerintahan.

Kedua, makar berdasarkan Pasal 106 KUHP yang artinya seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari wilayah negara.

Ketiga, makar berdasarkan Pasal 107 KUHP yang dimaknai sebagai aksi untuk menggulingkan pemerintah.

"Dari mana elemen itu saya lakukan? Tidak ada. Karena saya tidak mempersoalkan presiden, yang saya persoalkan adalah capres," kata Eggi.

4. Mengajukan Gugatan Praperadilan

Eggi pun mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya sebagai tersangka kasus makar oleh penyidik Polda Metro Jaya.

Gugatan praperadilan itu diajukan kuasa hukum Eggi, Pitra Romadoni Nasution, ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (10/5/2019).

Pitra mengatakan, kliennya kecewa dengan penyidik Polda Metro Jaya yang terlalu cepat menetapkan tersangka atas kasus dugaan makar. Pitra menilai dugaan makar yang dituduhkan kepada Eggi Sudjana tidak tepat.

Sebab, berdasarkan laporan yang diajukan Suryanto, kliennya dilaporkan terkait Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, bukanlah Pasal 107 KUHP tentang makar.

Pitra menyangkan perubahan pasal yang dikenakan kepada kliennya dilakukan pihak kepolisian tanpa adanya wawancara terhadap kliennya.

"Tiba-tiba di panggilan polisi berubah pasalnya dan langsung SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan), tidak adanya wawancara terhadap kami. Langsung SPDP dan ditetapkan sebagai tersangka, itu bagaimana? Makanya saya menganggap ini conditional of power, kekuatan yang sangat dikondisikan," ujar Pitra.

Penyidik Polda Metro Jaya mempersilakan Eggi mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan makar atas seruan people power.

Menurut Argo, setiap warga negara mempunyai hak untuk mengajukan gugatan praperadilan.

"Hak mereka, silakan. Nanti kami hadapi di pengadilan," kata Argo.

Argo mengatakan, penetapan tersangka Eggi Sudjana telah mengikuti aturan hukum yang berlaku.

5. Dikeluarkan Surat Penangkapan

Eggi dipanggil untuk dimintai keterangan sebagai tersangka oleh penyidik pada Senin (13/5/2019). Ia memenuhi panggilan tersebut dengan didampingi tim kuasa hukumnya pada Senin pukul 16.30 WIB.

Setelah menjalani pemeriksaan 13 jam, Polda Metro Jaya mengeluarkan surat penangkapan terhadap Eggi.

Penangkapan itu berdasarkan surat penangkapan dengan nomor register B/7608/V/RES.1.24/2019/Ditreskrimum.

Kendati demikian, Eggi tak langsung ditahan. Keputusan penahanan dikeluarkan dalam kurun waktu 1x24 jam setelah surat penangkapan diberikan.

6. Resmi Ditahan Selama 20 Hari ke Depan

Penyidik akhirnya resmi menahan Eggi atas kasus makar terkait seruan people power, Selasa (14/5/2019) malam. Kendati demikian, Eggi menolak untuk menandatangani surat penahanan dirinya dengan alasan dirinya adalah seorang advokat yang tidak dapat dipidana.

Selain itu, lanjut Eggi, penyidik seharusnya memproses kode etik advokat terlebih dulu sebelum menahannya.

Penyidik pun baru bisa menahan dirinya setelah putusan gugatan praperadilan yang ia ajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan keluar.

Walaupun tak menandatangani surat penahanan, Eggi tetap mengikuti keputusan penyidik Polda Metro Jaya untuk ditahan selama 20 hari ke depan.

"Pihak kepolisian punya kewenangan, ya kita ikuti kewenangannya," kata Eggi.

Polisi pun membenarkan terkait penahanan Eggi itu. Keputusan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: SP.HAN/587/V/2019/Ditreskrimum, tanggal 14 Mei 2019.

"Iya ditahan sampai 20 hari ke depan," kata Argo, Rabu (15/5/2019).

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/05/15/10271971/6-fakta-kasus-eggi-sudjana-berawal-dari-seruan-people-power-hingga-jadi

Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke