Pergub 206 Tahun 2016 tentang Panduan Rancang Kota Pulau C, Pulau D, dan Pulau R Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta diterbitkan dengan pertimbangan sebebagai berikut:
"Dalam rangka persiapan dan perencanaan pengembangan Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi kawasan strategis Pantai Utara Jakarta dan sambil menunggu penetapan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta sebagai penyempurnaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1995 sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Panduan Rancang Kota yang bersifat indikatif."
Demikian bunyi pertimbangan pergub itu sebagaimana termuat di jdih.jakarta.go.id.
Pasal 3 berbunyi: PRK (panduan rancang kota) Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta ini bertujuan untuk menciptakan kawasan yang terpadu melalui konsep superblok dengan fungsi perumahan horizontal, perumahan vertikal, kegiatan pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas beserta fasilitasnya dalam satu kesatuan perencanaan, sehingga pemanfaatan lahan dan ruang kota di sekitar kawasan menjadi lebih terarah.
Dalam pergub itu juga diatur strategi penataan kawasan dengan peningkatan kualitas ruang kota melalui pengoptimalan lahan-lahan yang ada. Caranya, mendistribusikan dan menyempurnakan nilai intensitas kawasan yang berada di tepian laut dengan yang berada di tengah-tengah pulau dan terintegrasi dengan akses pedestrian antar blok dan subblok yang saling terhubung (Pasal 6).
Diamanatkan pula, pengembang menyediakan RTH (ruang terbuka hijau) dan ruang publik pada lahan privat, termasuk rencana arsitektur lanskap, serta prasarana dan sarana lainnya seperti jaringan utilitas dan energi, pengolahan limbah cair dan sampah, serta pemenuhan kebutuhan air bersih.
Di dalam pergub juga diatur soal kewajiban pengembangan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana menjadi tanggung jawab pengembang pulau reklamasi.
"Rincian lebih lanjut terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta kewajiban tambahan lainnya akan diatur dalam perjanjian kerja sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Pihak Ketiga yang akan mengembangkan Pulau C, Pulau D dan Pulau E hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan mengacu pada Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah termasuk perpanjangan/penyempurnaannya."
Pergub tersebut tak menyinggung soal IMB. Hanya di Pasal 9 soal persyaratan, pergub mengingatkan, "Apabila Peraturan Daerah tentang Kawasan Strategis Pantura Jakarta ditetapkan, Peraturan Gubernur ini harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah dimaksud dan segala risiko atas hal tersebut menjadi tanggung jawab pengembang Pulau C, Pulau D, dan Pulau E"
Alasan Ahok bikin pergub
Ahok mengatakan, pihaknya membuat pergub itu karena perda soal reklamasi tak kunjung disahkan DPRD DKI. Ia membantah pergub itu dibikin untuk memberikan izin bagi pengembang mendirikan bangunan.
"Kalau (dengan) pergub (itu) aku bisa terbitkan IMB reklamasi, sudah lama aku terbitkan IMB. Kan aku pendukung reklamasi," ujar Ahok pada 19 Juni 2019.
Faktanya, 932 bangunan yang terdiri dari 409 rumah tinggal dan 212 rumah kantor (rukan), dan 311 rukan dan rumah tinggal yang belum selesai dibangun di Pulau D baru mendapat IMB pada November 2018.
Ahok mengatakan di zamannya, justru ia menyegel bangunan yang sudah berdiri tetapi tak memiliki IMB.
"Pergub tersebut bukan buat IMB dan sebelum pergub keluar sudah kami segel dan bangunan udah ada," kata Ahok.
"Intinya pergub itu aku keluarkan buat bantu rakyat DKI yang keburu punya rumah tetapi tidak bisa buat IMB," kata Ahok.
Anies enggan cabut
Gubernur Anies menolak mencabut pergub itu. Padahal, gara-gara pergub itu, pengembang jadi punya dasar hukum untuk membangun di pulau reklamasi. Selain itu, gubernur juga berwenang merevisi pergub yang sudah ada.
"Tidak sesederhana itu. Begini ya, ada prinsip fundamental dalam hukum tata ruang, yaitu pelaksanaan perubahan peraturan tidak berlaku surut. Begitu juga dengan kasus ini, bila saya mencabut Pergub 206/2016 itu, agar bangunan rumah tersebut kehilangan dasar hukumnya, lalu membongkar bangunan tersebut, maka yang hilang bukan saja bangunannya, tetapi kepastian atas hukum juga jadi hilang," kata Anies dalam siaran pers Rabu lalu.
Anies mengatakan, bangunan yang sudah telanjur dibangun dengan pergub itu tak bisa dibongkar begitu saja. Langkah itu, menurut Anies, justru akan menuai preseden buruk.
"Masyarakat akan kehilangan kepercayaan pada peraturan gubernur dan hukum karena pernah ada preseden seperti itu," ujarnya.
Soal penerbitan pergub itu, Anies mengaku tak menyalahkan Ahok. Kini ia hanya meneruskan dan tak ingin kebijakannya bertentang dengan kebijakan sebelumnya.
"Saya perlu tegaskan bahwa pergub adalah keputusan institusi gubernur dan saya harus menjaga kredibilitas institusi ini. Suka atau tidak atas peraturan itu, kenyataannya ia telah diundangkan dan bersifat mengikat," kata Anies.
Ia mengaku tak bisa merevisi pergub itu. Jika ada perubahan kebijakan, perubahannya tak bisa berlaku surut. Artinya, bangunan yang telanjur dibangun tak bisa dibatalkan. Ia meminta semua pihak menghargai pergub itu.
"Oleh karena itu, sekarang saya jaga agar institusi ini, insya Allah, tidak akan mengeluarkan peraturan dan ketentuan yang tidak sejalan dengan prinsip keadilan dan prinsip good governance," ujarnya.
Salahi aturan
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menolak alasan Anies menerbitkan IMB karena sudah terlanjur dibangun dan enggan menabrak aturan. Ia menilai reklamasi harus dibatalkan sepenuhnya karena sejak awal pembangunannya menyalahi aturan.
"Pergub 206/2016 itu dikeluarkan harusnya dicabut, tetapi ini terus dilakukan. Kemudian polemiknya dengan alasan good governance, ini kan sering digemborkan gubernur, padahal harusnya dia tahu tata kelola pemerintahan yang baik adalah mengakui hak masyarakat," kata Tubagus dalam diskusi "Kala Anies Berlayar di Pulau Reklamasi" di Matraman, Jakarta Timur, Minggu kemarin.
Selain mendahului perda, Tubagus juga mengatakan pergub itu tak bermakna sebab bangunan sudah berdiri sebelum pergub ada.
"Judul pergub ini Panduan Rancang Kota. Bagaimana aturan memandu rancang kota diterbitkan, tetapi di lapangan sudah berjalan. Pemerintahlah yang sedang dipandu praktik bisnis," katanya.
Walhi menyarankan agar Anies mencabut saja pergub itu alih-alih menerbitkan IMB dan melanjutkan reklamasi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/24/10401811/menyoal-pergub-reklamasi-ahok-yang-kini-digunakan-anies