Anies menjelaskan penggabungan ini dilakukan untuk mempercepat terwujudnya Intermediate Treatment Facility (ITF) arau Fasilitas Pengolahan Sampah Antara (FPSA).
"Materi muatan usulan revisi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah adalah meliputi penambahan FPSA dalam batang tubuh," kata Anies dalam pidatonya di DPRD DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).
Keberadaan ITF mendesak sebab Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang nyaris mencapai kapasitas maksimal.
Diperkirakan, TPST Bantargebang hanya mampu beroperasi sampai 2021 atau dua tahun lagi.
"TPST Bantargebang memiliki daya tampung maksimal sebesar 49 juta ton, telah beroperasi selama 30 tahun, dan menampung sampah sebanyak kurang lebih 39 juta ton. Rata-rata volume sampah dari wilayah Provinsi DKI Jakarta yang terkirim ke TPST Bantargebang pada Tahun 2018 sebesar 7.452,60 ton per hari," ujarnya.
Dengan pembangunan ITF, sampah DKI ditargetkan bakal tereduksi hingga 80 persen. Dengan demikian, usia TPST Bantargebang bisa lebih lama lagi.
"Namun, terobosan dan inovasi ini memerlukan dukungan regulasi, kelembagaan dan finansial yang memadai, oleh karenanya Pemprov DKI memandang penting merevisi Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah," kata Anies.
Selain mengganti nomenklatur Dinas Kebersihan menjadi Dinas Lingkungan Hidup dan Energi, Anies juga akan memasukkan unsur baru ke dalam perda.
Unsur yang dimaksud yakni Anggaran Biaya Pengelolaan Sampah, Biaya Layanan Pengolahan Sampah, hingga penambahan aturan soal tanggung jawab Biaya Pengelolaan Sampah.
ITF Sunter nantinya dapat mengolah 2.200 ton sampah per hari. Sampah-sampah itu dikonversi menjadi 35 megawatt energi listrik.
Pembangunan ITF Sunter dikerjakan BUMD PT Jakarta Propertindo dan sebuah perusahaan asal Finlandia, Fortum Power. Proyek tersebut menghabiskan dana sebesar 250 juta dollar AS.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/06/24/20265351/percepat-itf-alasan-anies-gabungkan-dinas-lingkungan-hidup-dengan-energi