Salin Artikel

Ketika Remaja Jakarta Punya Ide Bunuh Diri, Depresi atau Cari Perhatian?

KOMPAS.com - "Udah 9 tahun aku kena depresi setelah ditinggal ibu ku meninggal (aku udah cek dipsikolog) tahun tahun pertama berat banget buat aku sampe aku pernah skip sekolah sebulan. habis itu kondisi aku mulai membaik (bukan sembuh) setelah hampir 3 tahun bolak balik psikolog. setahun belakangan ini aku ngerasa depresi aku balik lagi aku mulai sering selfharm sampe pernah melakukan percobaan bunuh diri. aku skip kuliah setahun karna bener bener udah gaada semangat hidup. terus tante ku ternyata sering ngomongin aku sama tetangga dan keluarga ku tentang aku skip kuliah dan ngebandingin sama anaknya yang emang sekampus sama aku. kata tante ku aku gila dan hanya bisa ngecewain papa ku aku emang cuma bisa ngecewain papa ku ya? kayaknya emang lebih baik aku mati kali ya daripada hidup tapi ngecewain orang orang?" tulis seorang akun anonim di Twitter.

Di jagat twitter, fenomena self-harm atau aktivitas melukai diri kini banyak bertebaran. Cerita-cerita percobaan bunuh diri juga tak kalah banyak.

Psikiater dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ atau yang akrab dikenal Noriyu mengatakan unggahan soal percobaan bunuh diri bisa menyebar dan menjadi tren baru yang berbahaya.

"Anak mudah sekali tertular, namanya contagion effect atau copy cat," kata Noriyu usai sidang doktoralnya tentang ide bunuh diri di kalangan SMA, Kamis (12/7/2019).

Noriyu menjelaskan, remaja memang punya kecenderungan mencari perhatian dan jati diri. Pada fase remaja terjadi perkembangan yang ditandai oleh perubahan fisik, psikologis, kognitif, dan sosial.

Memasuki fase middle adolescence (14-18), remaja berpikir secara abstrak tetapi juga mempunyai keyakinan tentang keabadian (immortality) dan kedigdayaan (omnipotence) sehingga mendorong timbulnya perilaku risk-taking (berani mengambil risiko).

Cari perhatian

Yang dikhawatirkannya, tindakan melukai diri sendiri sebenarnya bukan buah dari depresi yang dialami, melainkan hanya ajang cari perhatian.

"Yang bahaya kalau dia cuma attention seeking, tapi temannya mikir it's a movement, it’s a choice, it's cool," ujar Noriyu.

Belum lagi banyaknya situs atau forum diskusi di internet yang mengajarkan soal bunuh diri. Informasi semacam itu bisa didapat dengan mudah.

"Ada bahasa simbolik yang kita belum ketahui. Bisa dikatakan cry for help remaja. Ini katanya lebih banyak terjadi di perempuan karena perempuan konon erat dengan attention seeking, ada kecenderungan ke sana katanya," ujar Noriyu.

Di era media sosial, krisis eksistensi dan pencarian jati diri menjadi masalah kompleks. Kebutuhan ini bisa menjadi masalah berat. Tak semua remaja punya penerimaan yang baik terhadap masalah hidup.

"Bagaimana dia menjadi unik di antara semua yang muncul. Itu tantangan lagi buat dia," kata Noriyu.

Perhatian dan deteksi dari keluarga dan sekolah perlu dilakukan untuk mencegah masalah ini berakhir dengan bunuh diri.

Data WHO Global Estimates 2017 menunjukkan kematian global akibat bunuh diri yang tertinggi berada pada usia 20 tahun, terutama pada negara yang berpenghasilan rendah dan menengah dan di tahun 2016.

WHO mencatat bahwa kematian pada remaja laki-laki usia 15–19 tahun disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, kekerasan interpersonal, dan menyakiti diri sendiri, sementara perempuan disebabkan oleh kondisi maternal dan menyakiti diri sendiri.

Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, pada sampel populasi usia 15 tahun ke atas sebanyak 722.329, prevalensi keinginan bunuh diri sebesar 0,8 persen pada laki-laki dan 0,6 persen pada perempuan. Selain itu, keinginan bunuh diri lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada di desa.

Agama belum tentu bisa

Yang pantas menjadi perhatian, penelitian Noriyu juga mendapatkan bahwa agama tak selalu mampu mencegah keinginan untuk bunuh diri. Padahal, agama banyak diyakini menjadi faktor protektif tindakan bunuh diri.

"Setiap orang ada faktor risiko dan protektif. Agama sebagai faktor protektif, itu adalah yang saya tanya. Pertama, dia tahu enggak agamanya mengajari apa tentang bunuh diri? Rata-rata tahu agama melarang bunuh diri," ujar dia.

Menurut Noriyu, sebagian besar responden mengaku menghayati atau menaati agama. Dari skala 1 sampai 10, rata-rata mereka menilai dirinya 8 hingga 10 dalam ketaatan beragama.

"Tapi itu tidak menutup potensi munculnya ide bunuh diri. Ini artinya agama tidak benar-benar bisa jadi faktor protektif, agama belum tentu bisa," kata Noriyu.

Pasalnya, lima persen dari 910 responden ternyata punya ide bunuh diri.

Hubungi 119

Menteri Kesehatan Nila F Moeloek dalam sebuah kesempatan pernah mengungkapkan kekhawatirannya mengenai fenomena bunuh diri.

Ia menyarankan agar masyarakat saling menjaga dan mengingatkan orang di lingkungannya untuk tidak melakukan hal tersebut.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/15/06300001/ketika-remaja-jakarta-punya-ide-bunuh-diri-depresi-atau-cari-perhatian-

Terkini Lainnya

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Kepada Kapolres Jaktim, Warga Klender Keluhkan Aksi Lempar Petasan dan Tawuran

Megapolitan
Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Belasan Taruna Jadi Saksi dalam Prarekonstruksi Kasus Tewasnya Junior STIP

Megapolitan
Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Polisi Tangkap Lebih dari 1 Orang Terkait Pengeroyokan Mahasiswa di Tangsel

Megapolitan
RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

RTH Tubagus Angke Dirapikan, Pedagang Minuman Harap Bisa Tetap Mangkal

Megapolitan
Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Prarekonstruksi Kasus Penganiayaan Taruna STIP Digelar hingga 4 Jam

Megapolitan
Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Masih Bonyok, Maling Motor di Tebet Belum Bisa Diperiksa Polisi

Megapolitan
Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Cegah Prostitusi, RTH Tubagus Angke Kini Dipasangi Lampu Sorot

Megapolitan
Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Balita yang Jasadnya Ditemukan di Selokan Matraman Tewas karena Terperosok dan Terbawa Arus

Megapolitan
PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

PDI-P Buka Penjaringan Cagub dan Cawagub Jakarta hingga 20 Mei 2024

Megapolitan
Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Kuota Haji Kota Tangsel Capai 1.242 Jemaah, Pemberangkatan Dibagi 2 Gelombang

Megapolitan
Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Paniknya Mahasiswa di Tangsel, Kontrakan Digeruduk Warga saat Sedang Beribadah

Megapolitan
Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Jasad Balita Tersangkut di Selokan Matraman, Orangtua Sempat Lapor Kehilangan

Megapolitan
Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Jasad Balita di Matraman Ditemukan Warga Saat Bersihkan Selokan, Ternyata Sudah 3 Hari Hilang

Megapolitan
Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Polisi Ungkap Penyebab Mahasiswa di Tangsel Bertikai dengan Warga Saat Beribadah

Megapolitan
KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

KPU DKI Pastikan Keamanan Data 618.000 KTP yang Dikumpulkan untuk Syarat Dukung Cagub Independen

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke