JAKARTA, KOMPAS.com - Di sepanjang jalan Fatmawati Jakarta Selatan, banyak restoran ataupun tempat “ngopi” yang berjajar rapi seakan merayu pelanggan. Dari tempat makan kaki lima sampai restoran kenamaan pun ada disana
Namun ada satu tempat yang menarik perhatian Kompas.com saat menelusuri jalan tersebut. Tempat itu adalah Sunyi House of coffee and hope.
Letaknya di Jl. RS. Fatmawati No. 15, Cilandak, Jakarta Selatan.
Rasanya tidak lazim nama tersebut untuk sebuah tempat ngopi. Kenapa “sunyi” ? kenapa “hope”? dan pertanyaan serba “kenapa” muncul dalam kepala ketika melihat nama itu.
Berbekal segudang pertanyaan tersebut Kompas.com mencoba masuk ke dalam tempat yang rasanya bisa disebut sebagai kafe itu.
Saat memarkirkan sepeda motor, terlihat seorang ibu – ibu dengan sigap mengatur kendaraan roda dua agar masuk ke parkiran.
Namun anehnya tidak ada satu kata pun terucap dari mulut ibu yang juga tukang parkir itu.
Hanya tangan lincahnya yang terlihat kokoh mengarahkan motor untuk masuk ke dalam tempat parkir
Ketika masuk ke dalam kafe, suasana tenang sangat terasa. Terlihat empat sampai lima pengunjung sedang duduk tenang, membuka laptop sambil sesekali menyeruput kopi miliknya.
Benar-benar tidak ada suara orang berbicara.
Ketika Kompas.com menunjukan handphone dengan tulisan “Saya wartawan, saya mau berbicara dengan pemilik kafe”, dia langsung paham dan memanggil sesosok pria yang kebetulan duduk tidak jauh darinya.
Dia adalah Fernaldo Garcia, owner kafe Sunyi house of Coffee and hope.
Fernaldo mengatakan semua pekerja yang ada di Kafe Sunyi ini adalah orang – orang penyandang disabilitas.
Penjelasan tersebut seakan menjawab mengapa tukang parkir dan penjaga kasir menggunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi.
“Jadi konsep dasar Sunyi house sebenanya untuk merangkul dan memberi kesempatan bagi teman –teman penyandang disabilitas untuk bekerja, karena seperti yang kita tahu tidak banyak perusahaan yang mau memperkerjakan mereka,” kaya Renaldo ketika ditemui Kompas.com, Kamis (18/7/2019).
Pemilihan nama Sunyi House Coffe and Hope pun punya alasan sendiri.
“Arti Sunyi bukan tanpa suara, tetapi Sunyinya diskriminasi untuk kaum disabilitas,” kata dia.
Namun jangan sekali kali meremehkan kinerja mereka. Dengan keterbatasan yang mereka miliki, mereka dapat meracik kopi atau pesanan lainya yang terpampang di daftar menu untuk memanjakan lidah.
Hal itu terlihat dari para pelanggan yang menikmati kopi hasil racikan mereka
Fernaldo mengatakan, awalnya pihaknya membuka lowongan pekerjaan di sebuah situs pekerjaan untuk para kaum difabel. Peminatnya pun banyak. Sekitar 50 orang mendaftar untuk jadi pegawainya.
Wawancara dan seleksi pun dilakukan sehingga menyusut menjadi lima pegawai.
Yang mencengangkan, ke lima pegawai ini sebenarnya tidak punya keahlian dasar meracik kopi.
“Ya mereka awalnya memang tidak punya keahlian membuat kopi. Tapi kita adakan training untuk mereka sebelum bekerja,” ucap dia.
Keraguan pun sempat melandanya. Terang saja, dia takut akan sulit bagi mereka untuk belajar cara meracik kopi layaknya orang normal.
“Tapi di luar dugaan, mereka beradaptasi dengan cepat di luar dugaan saya. Mereka termasuk belajar dengan cepat,” ucap Fernaldo.
Hingga sekarang, hampir tidak pernah ada keluhan dari para pelanggan karena racikan kopi yang mereka buat.
“Ya bisa dibilang seperti itu, bahkan mereka penyandang disabilitas suka kumpul setiap malam minggu disini dengan teman teman yang lain,” kata dia.
Maka dari itu, interior kafe dan banyak fasilitas lain yang memang di desain khusus untuk pelanggan penyandang disabilitas. Seperti ruang utama kafe yang dibuat agak luas agar mereka bisa bergerak dengan leluasa.
“Kita juga sengaja memakai meja bundar di dalam kafe karena membantu bagi pelanggan tuna rungu berkomunikasi. Jadi dengan duduk berkeliling mereka dengan mudah melihat bahasa isyarat dari masing masing temanya,” kata dia.
Dari depan saja sudah disediakan guiding block untuk pelanggan tuna netra. Bahkan di halaman kafe terdapat tulisan dengan huruf braille.
Namun bukan berarti kafe ini tidak dibuka untuk umum. Kafe ini juga terbuka untuk mereka yang bukan penyandang disabilitas.
“Jika ada pelanggan mungkin tidak bisa memahami bahasa isyarat karyawan kami, saya suka stand by di sini untuk bantu melayani,” ucap dia.
Kaum disabilitas bisa bersaing denga mereka yang normal, mereka layak mendapatkan pekerjaan dan diperlakukan sama dengan masyarakat normal.
“Karena mereka sama dengan kita. Mereka punya hak yang sama dengan kita,” tutup Fernaldo.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/07/20/08093391/menikmati-uniknya-sunyi-house-of-coffee-and-hope-kafe-dari-dan-untuk