JAKARTA, KOMPAS.com - Pengadilan Negeri Jakarta Barat menggelar sidang dakwaan terhadap 84 orang yang terlibat kerusuhan 22 Mei 2019 pada Selasa (13/8/2019).
Sebanyak 84 terdakwa diklasifikasi menjadi 18 perkara. Para terdakwa rata-rata didakwa Pasal 212, 214, 218, dan 170 KUHP tentang Kekerasan.
Satu dari 84 terdakwa yang menjalani sidang adalah Imam Slamet, yang pada tanggal 22 Mei 2019 pukul 07.00 WIB diamankan di Jl. Raya Petamburan, Jakarta Barat.
Berkas perkara Imam menjadi satu dengan empat terdakwa lainnya, yakni Makmuril Husni, Supriyanto, Ahmad Supriyanto, Taufiq Hidayat. Mereka dijerat Pasal 211, 212, 214, 170, 358, 187, dan 218 KUHP.
Dalam persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum Kurniawan mengatakan bahwa Imam didakwakan pasal tersebut karena tidak mau membubarkan diri dan bahkan turut melakukan kerusuhan pada 22 Mei 2019.
"Imbauan tersebut (untuk bubar), tidak diindahkan oleh tersangka, melainkan tetap melakukan pelemparan batu, kayu, panah beracun dan bom molotov," kata Kurniawan saat di persidangan.
Akibat dari perbuatan tersangka, menurut Kurniawan, petugas terpaksa melakukan penembakan gas air mata untuk membubarkan massa.
"Bahwa, akibat kerusuhan, mengakibatkan wilayah Asrama Polri Petamburan, Jakarta Barat terisolir karena tertutup massa," katanya.
Selain itu, terdakwa juga didakwa melakukan kekerasan atau pengerusakan terhadap belasan mobil di Petamburan dan juga membuat petugas kepolisian luka-luka.
Selain Imam dan kawan-kawan ada pula tersangka yang membuat kerusuhan karena diiming-imingi uang senilai Rp 50.000.
Mereka berdua didakwa dengan nomor perkara 1284/Pid.B/2019/PN Jkt.Brt
Perkara tersebut melibatkan 11 terdakwa. Mereka adalah Ardiansyah, Alfi Syukra, Dian Masyhur, Dimas Aditya, Wahyudin, Ahmad Irfan, Nur Fauzi Sambudi, Said Zulsultan, Rahmat Alwi, Arfal Maulana, dan Zamahsari.
Jaksa Penuntut Umum Anggia Yusran mengatakan, salah satu terdakwa bernama Ardiansyah mendapatkan perintah dari Rusdi Munir dan Habib Muhammad Abdurrohman Al Habsyi untuk menyerang kantor Bawaslu karena tidak puas terhadap hasil Pemilu 2019.
"Apabila berhasil, terdakwa dijanjikan mendapatkan uang Rp 50.000," kata Anggia saat persidangan berlangsung.
Begitu pun terdakwa atas nama Dian Masyhur yang juga diiming-imingi uang Rp 50.000 untuk ikut berdemo di depan kantor Bawaslu.
Sementara itu, meski tidak dijanjikan uang Rp 50.000, sembilan terdakwa lainnya juga berniat ikut demonstrasi di depan kantor Bawaslu.
Namun, sebelum sampai di Bawaslu, para terdakwa melihat kerumunan massa sedang rusuh dengan polisi di flyover Slipi Jaya, Petamburan, Jakarta Barat.
"Para terdakwa melemparkan batu, petasan, kayu, ada yang membakar ban, serta merusak pos polisi di Slipi. Juga mengucapkan kata umpatan yang ditujukkan ke polisi," ucap Anggia.
Anggia menjelaskan, saat itu polisi mengimbau massa untuk membubarkan diri, tapi tak diindahkan. Lalu, polisi terpaksa melakukan penembakan gas air mata.
Para terdakwa dijerat pasal berlapis. Dalam dakwaan diancam Pasal 187, 214, 170, 211, 358, 212, 216, 218 KUHP.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/14/09024991/bakar-mobil-hingga-iming-iming-rp-50000-jadi-fakta-sidang-kerusuhan-22