Salin Artikel

Pemkot Bekasi Dinilai Gusur Warga Pekayon secara Ilegal

Sepekan berselang, penggusuran itu berlanjut ke sisi selatan, tepatnya sisi tembok kompleks perumahan Peninsula.

Namun, penggusuran yang lebih dikenal sebagai “penggusuran Pekayon” itu dinilai bermasalah.

Hingga hari ini, warga korban gusuran yang telah tinggal sejak 20 tahun lalu itu masih bertahan di atas puing-puing rumahnya.

Mereka tak punya tempat tinggal sejak rumahnya digilas alat berat.

Namun, mereka kembali digusur pada Senin (2/9/2019). Diduga ada kekerasan terhadap warga saat proses penggusuran tersebut.

Warga merasa, Pemkot Bekasi tak berhak menggusur mereka. Alasan pertama, tanah itu bukan milik siapa-siapa, bukan pula milik pemerintah.

Belum ada satu pun sertifikat hak atas tanah itu yang dicatat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bekasi.

"Tanah tersebut merupakan aset negara Kementerian PUPR/Perum Jasa Tirta II yang belum dimohonkan suatu haknya. Terhadap tanah aset negara yang belum dimohonkan sertifikatnya, dokumen tidak tersimpan pada BPN," tulis Kepala BPN Kota Bekasi, Deni Ahmad Hidayat dalam surat balasan permohonan keterbukaan informasi publik atas status tanah gusuran Jakasetia bertanggal 21 Agustus 2019. Salinan surat itu diterima Kompas.com pada Senin (2/9/2019).

Tanah negara, bukan tanah pemerintah

Pemerintah Kota Bekasi bersikukuh bahwa tanah itu "milik" Perum Jasa Tirta (PJT) II. Atas dasar itu, pembongkaran dilakukan.

"Yang kami tertibkan, yang kami asumsikan bukan tanah milik pribadi. Yang kita bongkar tanah milik PJT II. Prioritas kita memang tanah milik PJT II, karena memang tidak ada anggaran untuk bebaskan lahan milik pribadi," ucap Kepala Bidang Perencanaan Ruang Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi, Dewi Astianti kepada Kompas.com pada 20 Agustus 2019.

Kepala Bidang Pengendalian Ruang Distaru Kota Bekasi Azhari juga menyatakan hal senada.(2/9/2019).

"Kita diminta menjamin proses ketersediaan lahan milik PJT II. Kita menyediakan lahan untuk dilakukan pengerjaan. Ada proyek Kementerian PUPR untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk akses jalan lanjutan. Kita diminta menjamin proses ketersediaan lahan," ucap Azhari via telepon, Senin sore.

Ia menolak berkomentar soal status kepemilikan tanah gusuran di Jakasetia. Alasannya, ia baru menjabat.

"Sampai saat ini saya belum dalami. Itu 2016, secara materi enggak mengetahui persis, posisinya saya hadir di sini belum tahu kondisinya," kata dia.

Sementara itu, Pakar hukum agraria, Muhammad Ismak menyatakan bahwa tanah negara bukan berarti tanah milik pemerintah. Kedua hal itu tidak dapat disamakan.

Tanah negara yang belum dimiliki siapa pun, bebas ditinggali hingga ada sertifikat kepemilikan atas tanah tersebut.

Bahkan, warga yang sudah lama tinggal di tanah itu, dimungkinkan meningkatkan status tanahnya menjadi "milik".

"Tanah milik negara bukan tanah milik pemerintah. Ia dikuasai negara, pemerintah bukan serta merta memiliki hak untuk membongkarnya. Negara kan tidak punya tanah. Umpama mau dimiliki harus ada yang bermohon (sertifikat kepemilikan) untuk itu," jelas Ismak kepada Kompas.com, Senin sore.

"Kalau sampai (warga) yang sudah 30 tahun kan bisa dianggap pemilik lewat hak prioritas. (Bahwa tanah itu aset negara PJT II), bukan berarti dimiliki. Mereka hanya menguasai asetnya. Kalau mau membongkar harus memohonkan sertifikat atas itu," tambah dia.

Advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Ayu Eza yang mendampingi warga gusuran Jakasetia sejak Juli 2019, mengganggap hal yang sama.

Ia mempertanyakan legitimasi Pemkot Bekasi menggusur warga di Jakasetia.

"Warga ada iktikad baik menguasai tanah. Seandainya pun nanti dibilang, kalau ada keputusan pengadilan bahwa tanah ini milik perusahaan, tapi kenyataannya yang menggusur kan Pemkot Bekasi. Pemkot tidak punya legal standing. Patut diduga, Pemkot Bekasi juga melawan hukum," jelas Ayu ditemui di lahan gusuran Jakasetia, Senin malam.

BPN diminta blokir sertifikat

Melawan penggusuran, warga bergabung dalam Forum Korban Penggusuran Bekasi (FKPB). Didampingi LBH Jakarta, mereka terus mencari keadilan.

Mereka berencana menggugat soal penggusuran tanah di Jakasetia yang diduga melawan hukum.

Mereka juga ingin BPN Kota Bekasi menerbitkan status quo (pembekuan) atas tanah itu. Namun, upaya itu mandek karena tanah gusuran Jakasetia tak ada yang punya.

Dalam surat yang sama, BPN Kota Bekasi menyebut bahwa pelayanan status quo hanya dapat dilakukan pada tanah yang telah bersertifikat.

Sebagai jalan keluar paling ringkas, warga meminta BPN Kota Bekasi untuk memblokir segala permohonan sertifikat kepemilikan tanah itu hingga konflik tanah beres.

"Itu penting untuk statusnya. Jangan sampai saat kita sengketa, tiba-tiba keluar sertifikat," ujar Ayu Eza, advokat LBH Jakarta yang mendampingi warga.

Dalam dokumen yang diterima Kompas.com, surat permohonan pemblokiran itu sudah dikirim ke BPN Kota Bekasi sejak 26 Agustus 2019.

Dalam surat itu, Ayu Eza menyebut bahwa pengajuan permohonan pemblokiran sertifikat oleh warga dijamin dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 13 Tahun 2017.

Mulanya, warga dan LBH Jakarta minta agar surat balasan dari BPN Kota Bekasi soal pemblokiran itu turun pada Senin (2/9/2019).

Namun, surat itu tak kunjung terbit hingga alat berat menggilas posko pengungsian warga pada Senin sore.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/04/06245601/pemkot-bekasi-dinilai-gusur-warga-pekayon-secara-ilegal

Terkini Lainnya

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Lokasi dan Jadwal Pencetakan KTP dan KK di Tangerang Selatan

Megapolitan
Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Kecelakaan di UI, Saksi Sebut Mobil HRV Berkecepatan Tinggi Tabrak Bus Kuning

Megapolitan
Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke