Salin Artikel

Kronologi Intimidasi yang Diterima Jurnalis Kompas.com Saat Rekam Pengeroyokan di JCC

JAKARTA, KOMPAS.com - Jurnalis Kompas.com menerima intimidasi dari polisi saat sedang melaksanakan tugas jurnalistiknya dalam peristiwa demo mahasiswa, Selasa (24/9/2019).

Jurnalis kami dintimidasi setelah kedapatan tengah mengabadikan pengeroyokan oleh polisi terhadap pria yang jatuh tersungkur di Jakarta Convention Center.

Semua bermula ketika jurnalis kami ingin kembali ke kantor di Menara Kompas, Jalan Palmerah Selatan, pukul 17.30 WIB. Dari Graha Jalapuspita, jurnalis Kompas.com berencana lewat Jalan Gerbang Pemuda atau TVRI.

Namun, baru sampai flyover Ladokgi, suasana kembali memanas. Polisi yang ada di atas flyover sudah siap untuk menembakkan gas air mata ke arah massa.

Jurnalis kami pun berteriak dan mengatakan kepada polisi bahwa dia wartawan. Polisi kemudian menyuruh jurnalis kami masuk ke dalam JCC untuk berlindung.

Ternyata Jalan Gerbang Pemuda sudah penuh dengan gas air mata. Jurnalis Kompas.com pun masuk ke JCC yang ternyata merupakan tempat pusat komando polisi. 

"Saya bertahan di situ sambil sesekali mendekat ke gerbang melihat bentrokan massa dengan polisi," ujar rekan kami.

Semakin malam, polisi semakin kewalahan menghadapi massa. Polisi juga banyak yang kembali ke JCC karena ikut terkena gas air mata.

"Di antara banyak polisi yang kembali ke dalam JCC dalam keadaan tumbang, saya lihat ada tiga orang yang digiring polisi," kata jurnalis kami.

Pertama adalah seorang pria berusia sekitar 30 tahun yang mengenakan kaus dan celana panjang. Tubuh pria itu lunglai dan dipapah dengan kasar oleh polisi.

Jurnalis kami merekam itu dari balik dinding kaca JCC.

"Tiba-tiba ada seorang pejabat polisi yang meminta saya berhenti merekam," ujar rekan kami.

Jurnalis Kompas.com langsung menyampaikan bahwa dia wartawan dan berhak untuk mengambil gambar. Polisi tidak peduli dengan alasan itu dan langsung marah kepada jurnalis kami.

Jurnalis Kompas.com berteriak bahwa dia dilindungi Undang-Undang Pers. Polisi tetap memaksa agar video itu dihapus. Jurnalis kami menolak dan langsung berjalan keluar.

Setelah itu, rekan kami melihat ada satu lagi pria yang dipapah polisi. Seluruh badannya sudah basah termasuk kaus yang dia kenakan.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba datang lagi belasan anggota polisi yang menyeret seorang pria. Pria yang sudah tidak mengenakan baju itu digebuki, ditendang, hingga diinjak.

"Saya spontan merekam sambil meneriaki agar mereka berhenti. Mereka pun sadar sedang direkam dan balik memelototi saya karena merekam. Salah seorang komandannya meminta saya untuk menghapus," ujar jurnalis Kompas.com.

Polisi mencoba merampas handphone yang digunakan jurnalis kami untuk merekam aksi brutal itu. Namun, jurnalis kami langsung menyimpan handphone ke balik pakaian dalam.

Tas rekan kami ditarik, polisi nyaris menyerangnya. Sampai akhirnya komandan mereka melindungi jurnalis kami dan membawa masuk ke dalam JCC.

"Saya diminta menghapus video dan diminta mengerti bahwa pasukan Brimob sedang mengamuk," kata rekan kami.

Selama berada di dalam, jurnalis kami terus disuruh duduk. Dua orang polisi menanyakan nama lengkap hingga kartu pers. Mereka juga tak henti-henti memberi pengertian bahwa banyak polisi yang terluka.

"Saya diminta menggunakan nurani untuk tidak memublikasikan video maupun insiden itu," ujar jurnalis Kompas.com.

Jurnalis kami pun mencari cara untuk bisa keluar dari tempat itu. Dia meminta izin untuk pulang hingga akhirnya diperbolehkan keluar dari JCC.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/09/25/14481081/kronologi-intimidasi-yang-diterima-jurnalis-kompascom-saat-rekam

Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke