Berbagai permasalahan di Jakarta saat itu berhasil diselesaikan berkat kebijakan Ali Sadikin. Salah satunya terkait pendapatan daerah yang meningkat dan dipakai untuk memperbaiki jalan, serta masalah perkembangan penduduk.
Akan tetapi, kebijakan yang dibuat Ali Sadikin kerap menuai kritik. Pasalnya, keputusan yang dibuat sering kali bertentangan dengan nilai dan keyakinan masyarakat pada masa itu.
Berikut adalah beberapa kebijakan Ali Sadikin yang dinilai kontroversial:
1. Penerapan pajak judi
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1957, pemerintah daerah diperbolehkan untuk memungut pajak atas izin perjudian. Ali Sadikin menjadi satu-satunya gubernur di Indonesia yang saat itu berani menerapkan aturan tersebut.
Berdasarkan buku Ali Sadikin karya Ramadhan KH, keresahan Ali Sadikin bermula saat ia mengetahui adanya perjudian di Jakarta dan oknum-oknum di baliknya tidak membayar pajak.
Menurut dia, dari pada dibiarkan liar, lebih baik judi itu disahkan dan membawa pemasukan bagi pemerintah.
Saat itu, perjudian di Jakarta pun disahkan. Hasil pajak yang terkumpul dari judi dimanfaatkan untuk membangun sekolah, memperbaiki jalan, dan pembangunan lainnya.
Meski menuai kritik, kebijakan tersebut tetap dilangsungkan. Ali Sadikin percaya bahwa itu adalah sumber penghasilan yang baik. Uang dari pajak perjudian digunakan untuk membangun Jakarta.
2. Lokalisasi pekerja seks
Mulanya, daerah di sepanjang Jalan Kramat Raya dan Senen dikenal sebagai daerah pelacuran. Ali Sadikin ingin menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun di satu sisi ia sadar bahwa tidak mudah mengendalikan pekerja seks karena kegiatan itu sudah menjadi mata pencaharian sejumlah orang.
Ia memutuskan untuk melokalisasi pekerja seks. Industri seks pun dipusatkan di kawasan Kramat Tunggak, Jakarta Utara.
Tujuannya supaya pelacuran itu tidak lagi terjadi di sembarang tempat, mencegah penyakit, dan kota Jakarta menjadi lebih tertib.
Akan tetapi, kebijakan tersebut lagi-lagi menuai kritik dari banyak pihak. Menurut para pengkritik, kebijakan tersebut memperbolehkan eksploitasi manusia oleh manusia lain dan merendahkan derajat perempuan.
Meski kontroversial, kebijakan itu pada akhirnya tetap dilaksanakan.
3. Program Keluarga Berencana (KB)
Pada April 1967, Ali Sadikin merintis program keluarga berencana (KB). Hal itu dilakukan guna mengurangi tingkat pertumbuhan penduduk di Jakarta yang begitu pesat.
Awalnya, sebagian masyarakat menolak kebijakan tersebut. Buku Ali Sadikin menyebutkan, pelaksanaan program KB pada saat itu tidak mulus. Ali Sadikin berusaha meyakinkan pihak yang berpegang keras pada ajaran agama tentang program tersebut.
Saat pelaksanaannya, program KB tidaklah sesulit pelaksanaan kebijakan lainnya. Di Jakarta, masyarakat cukup bisa menerima kebijakan tersebut. Program itu pun terus dibuat penilaian dan evaluasinya.
4. Menutup Jakarta dari pendatang baru
Jakarta semakin dipadati penduduk. Banyak juga penduduk luar kota yang datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan. Namun tidak semua mereka berhasil. Ada akhirnya menjadi gelandangan.
Masalah gelandangan di Ibu Kota pada masa pemerintahan Ali Sadikin cukup rumit. Jumlahnya terbilang cukup besar. Tahun 1972, dikeluarkanlah Instruksi Gubernur tentang operasi terhadap gelandangan dan wanita tunasusila.
Razia dilakukan besar-besaran untuk menertibkan para gelandangan dan dipulangkan ke kampung halamannya atau ke luar pulau Jawa. Penduduk luar kota yang ingin datang dan menetap di Jakarta pun dibatasi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/10/17132161/4-kebijakan-kontroversial-gubernur-ali-sadikin