Salin Artikel

Cerita Tukang Gali, Bertahan di Tengah Gerusan Mesin

Ia tidak sendiri. Di lokasi yang sama, ada tujuh teman Andi lainnya. Sebagian sudah tertidur pulas.

Mereka adalah tukang gali yang biasa mangkal di tempat tersebut. Rata-rata mereka sudah berusia lanjut.

Lantaran tak punya tempat tinggal di Jakarta, mereka memilih kolong jembatan sebagai tempat beristirahat sekaligus menunggu orderan.

Sambil duduk di atas terpal dan kardus, mata Andi terus memandang ke jalan, berharap ada orang yang mengajak kerja atau sekadar memberi makan.

"Biasa kalau jam segini ada yang ngasih sembako, kadang-kadang makanan. Ini lagi sepi-sepinya," ucap Andi saat berbincang dengan Kompas.com.

Andi yang merupakan warga Semarang mengaku sudah belasan tahun menjadi tukang gali di Jakarta.

Dulu, Andi bercerita, banyak teman seprofesinya yang mangkal. Namun, kini tinggal sedikit yang bertahan.

Setiap hari, mereka menunggu mandor yang membutuhkan jasa mereka.

Setelah mendapatkan penjelasan pekerjaan yang harus dilakukan, mereka langsung dibawa ke tempat proyek.

"Biasanya mandor kesini. Mereka jelasin kerjaannya, biasanya langsung kerja malam atau besoknya," ujar Andi.

Andi biasanya kerja secara berkelompok. Satu kelompok bisa terdiri dari tiga sampai lima orang, tergantung kebutuhan.

Sejak dulu hingga saat ini, mereka bekerja menggunakan peralatan sederhana seperti cangkul.

"Kita punya alat-alatnya kaya gini cangkul, godem di bungkusan karung," kata Andi.

Bila proyeknya besar, Andi dan teman-temannya bisa menginap di sekitar proyek atau rumah sementara yang disediakan bagi pekerja.

Sepi order digerus mesin

Andi merasakan semakin lama orderan galian makin dikit. Ia menduga, para mandor kini lebih memilih menggunakan mesin.

Menggali menggunakan mesin tidak membutuhkan banyak pekerja. Selain itu, lebih cepat selesai.

"Sekarang lagi sepi. Beda sama jaman dulu, gampang (dapat orderan), sekali proyek orang banyak. Kayak gampang banget. Sekarang agak gimana ya, mungkin karena ada mesin-mesin yang kecil itu lebih cepat kerjanya," ucap Andi.

Andi dan teman-temang biasanya menggarap galian di wilayah perkantoran atau perumahan.

Sehari, mereka diberi upah Rp 150.000 sampai Rp 200.000.

Sebagian hasil kerja tersebut dikirim Andi untuk keluarganya di kampung.

Witno (65), tukang gali lainnya mengaku masih semangat bertahan dengan profesinya. Ia enggan mengemis untuk bertahan hidup.

Sama seperti Andi, Witno juga menyisihkan penghasilannya untuk keluarga di kampung.

"Kita kan punya keahlian, ada alat juga. Ya sudah gunakan itu aja untuk bekerja. Yakin lah rezeki gak kemana, walaupun ya selama ini lagi sepi-sepinya order," ucap pria asal Brebes, Jawa Tengah.

https://megapolitan.kompas.com/read/2019/10/28/07585631/cerita-tukang-gali-bertahan-di-tengah-gerusan-mesin

Terkini Lainnya

Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA : Edukasi Anak Sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Polisi Periksa General Affair Indonesia Flying Club Terkait Pesawat Jatuh di Tangsel

Megapolitan
Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Progres Revitalisasi Pasar Jambu Dua Mencapai 90 Persen, Bisa Difungsikan 2 Bulan Lagi

Megapolitan
Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Pemerkosa Remaja di Tangsel Mundur dari Staf Kelurahan, Camat: Dia Kena Sanksi Sosial

Megapolitan
Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Tersangka Pembacokan di Cimanggis Depok Pernah Ditahan atas Kepemilikan Sajam

Megapolitan
Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Kasus DBD 2024 di Tangsel Mencapai 461, Dinkes Pastikan Tak Ada Kematian

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di 'Busway', Polisi Masih Selidiki

Selebgram Zoe Levana Terobos dan Terjebak di "Busway", Polisi Masih Selidiki

Megapolitan
Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Terobos Busway lalu Terjebak, Selebgram Zoe Levana Bakal Diperiksa

Megapolitan
Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Sulitnya Ungkap Identitas Penusuk Noven di Bogor, Polisi: Pelaku di Bawah Umur, Belum Rekam E-KTP

Megapolitan
Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Sendi Sespri Iriana Diminta Jokowi Tingkatkan Popularitas dan Elektabilitas untuk Maju Pilkada Bogor

Megapolitan
Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Terlibat Jaringan Gembong Narkoba Johan Gregor Hass, 6 WNI Ditangkap

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke