Hal tersebut dikatakan Kamilus Elu, yang mengaku sebagai kuasa hukum sejumlah pengusaha di kawasan Kemang.
"Misalkan tanah mereka kan ada untuk parkir. Setelah dibuat trotoar yang tadinya parkir empat mobil jadi satu mobil," kata Kamilus, Rabu (4/12/2019).
Kamilus mengatakan, proyek pelebaran trotoar juga membuat aktivitas usaha warga di sana terganggu.
Setelah direvitalisasi, trotoar jadi tinggi. Akibatnya, akses pelanggan ke toko atau tempat usaha yang ada di sana terhalang.
Bukan hanya terganggu secara fisik, para pengusaha juga merasa resah dengan adminstrasi proses pembangunan trotoar. Mereka mengaku telah mendapat draft Perjanjian Kerja Sama (PKS) dari Binamarga DKI Jakarta selaku pihak yang mengerjakan trotoar.
Dalam draft tersebut tidak dijelaskan kompensasi untuk lahan warga yang digunakan Bina Marga buat bangun trotoar.
"Intinya Pemprov DKI tetap menggunakan lahan warga untuk trotoar. Yang digantikan tidak ada. Jadi, kompensasi untuk pemilik lahan tidak jelas," kata dia.
Menurut dia, PKS tersebut cacat hukum karena Pemprov DKI membangun aset berupa trotoar di atas tanah yang bukan milik pemerintah.
"Pemerintah buat trotoar di tanah orang tanpa ada penetapan hak. Artinya secara administrasi tanah itu masih tanah orang tetapi di atasnya ada trotoar," kata dia.
Sebagai bentuk penolakan, para pengusaha sudah kirim surat ke Dinas Binamarga.
Namun sampai saat ini belum ada tanggapan dari Bina Marga DKI Jakarta.
"Kami masih tunggu iktikat baik Bina Marga," ucap dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2019/12/04/12184151/pengusaha-keluhkan-pembangunan-trotoar-di-kemang