Pria yang akrab disapa Pepen itu mengklaim akan mengevaluasi tata ruang Kota Bekasi yang semakin sesak oleh kawasan perumahan.
"Dengan terjadinya ini (Banjir Tahun Baru 2020), kita juga tersentak. Artinya, 70-75 persen (kawasan hunian) yang ada di sekitar anak sungai maupun wilayah Kali Bekasi mau tidak mau kita harus evaluasi itu," jelas Pepen kepada wartawan di kantornya, Selasa (28/1/2020).
Evaluasi yang dimaksud Pepen ialah kawasan hunian yang mayoritas berupa hunian tapak di kota Bekasi.
Kawasan yang kini sudah menjadi milik pribadi tak mungkin dibongkar.
Maka, evaluasinya ada di tahap perencanaan tata ruang supaya tetap tersisa wilayah tangkapan air.
"Memang perumahan-perumahan landed (tapak) tadi itulah yang memakan area tangkapan air. Kalau sudah begini, berarti area tangkapan air semakin berkurang, berarti harus kita kendalikan, menjadi polder atau tandon," jelas Pepen
Ia mengaku mulai melirik opsi pembangunan hunian vertikal, menyusul kepadatan penduduk di Kota Bekasi mencapai 16.500 jiwa per meter persegi.
Namun, ia masih belum yakin bagaimana skema pembangunan hunian vertikal yang cocok.
Sejauh ini, Pepen mengaku masih terinspirasi dari pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) ala China.
Ia juga belum punya rencana detail dan matang untuk pengembangan model hunian ke depan di Kota Bekasi.
"Sekarang (model hunian) yang paling cocok di Kota Bekasi adalah membangun (hunian) vertikal, bukan landed (tapak) lagi," ujar politikus Golkar itu.
"Di Cina kan rusunawa-nya ada blok-blok apartemen. Mungkin blok-blok apartemen ini, apartemen itu, disesuaikan untuk kelas ini dan itu. Tapi kan kita belum bisa," Pepen menambahkan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bekasi yang dihimpun Kompas.com, luas lahan terbangun di Kota Bekasi pada tahun 2013 telah menyentuh angka 59,6 persen dari total wilayah Kota Bekasi.
Sekitar 47 persen di antaranya merupakan kawasan perumahan.
Tren itu terus berlangsung hingga beberapa tahun kemudian, dilacak dari penerbitan IMB di atas 7.000 lembar per tahun.
Tahun 2014, sebagai contoh, Pemkot Bekasi menerbitkan 7.339 IMB. Jumlah itu naik jadi 8.012 IMB pada 2018.
Tren ini berdampak pada susutnya cakupan lahan basah yang berperan sebagai wilayah tangkapan air di Kota Bekasi.
Tahun 2018, luasnya lahan basah tinggal 2,11 persen dari total luas Kota Bekasi.
Cakupan area hutan lindung dan ruang terbuka hijau tersisa 5,26 persen dari total luas Kota Bekasi.
Padahal, berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang ruang terbuka hijau (RTH), setiap daerah harus memenuhi 30 persen ruang penghijauan dari total luas lahan di daerahnya.
Di saat yang sama, wilayah Jatiasih, menorehkan rekor sebagai wilayah dengan penerbitan IMB perumahan terbanyak, yakni 513 IMB pada 2018.
Jatiasih pun menjadi titik dengan banjir terparah saat Banjir Tahun Baru 2020 di Bekasi.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/01/29/13392811/ruang-hijau-menipis-wali-kota-bekasi-mengaku-akan-evaluasi-model-hunian