Sebut saja banjir di tanggal 1 Januari, 8 Februari, dan 25 Februari 2020.
Pengamat Tata Kota, Nirwono Joga mengatakan, banjir di Bekasi disebabkan permukimannya yang saat ini ditempati warga dulunya adalah setu atau rawa-rawa.
Sehingga dengan makin banyaknya permukiman yang terbangun di Bekasi, setu maupun rawa-rawa itu lama kelamaan menghilang.
Akibatnya Bekasi kekurangan resapan air ketika debit air hujan dan menyebabkan banjir di Bekasi.
“Untuk kota Bekasi permukiman yang terdampak banjir sebenarnya tidak mengherankan karena permukan tersebut dibangun di atas lahan yang dulunya rawa-rawa yang mendangkal, sehingga jika hujan air pasti akan mengalir atau membanjiri kawasan tersebut,” ucap Nirwono kepada Kompas.com, Jumat (28/2/2020).
Ia juga mempertanyakan Pemerintah Kota Bekasi yang kerap memberi izin pembangunan permukiman tanpa melihat bagaimana dampak kedepannya.
Menurut dia, Pemkot Bekasi harus mengevaluasi tata ruangnya saat ini.
Sehingga bisa diketahui apa yang harus diperbaiki.
“Evaluasi tata ruang, baik kawasan permukiman, kawasan komersial, dan kawasan yang terdampak banjir,” kata dia.
Nirwono juga menyarankan Pemkot Bekasi mengevaluasi ketersediaan RTH yang saat ini masih 15 persen.
Sebab, seharusnya masing-masing kota memiliki target 30 persen pembangunan RTH.
“Lalu bagaiaman staretegi target 30 persen RTH dalam pembangunan 5 hingga 10 tahun ke depan,” kata dia.
Selain itu, ia juga menyarankan agar ada rehabilitasi saluran air kota. Hal itu bisa didukung dengan penguatan pompa permanen yang dimiliki Bekasi saat ini.
“Bisa juga dengan membenahi bantaran kali, revitalisasi situ atau danau atau embung atau waduk,” tutur dia.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/02/28/10464851/banjir-di-bekasi-berulang-pengamat-tidak-heran-dulunya-itu-rawa