Salin Artikel

Ketika Pelecehan Seksual Terjadi di Kampus UI, Korban Sempat Disalahkan oleh Petugas PLK UI

Bagaimana kronologinya?

Mahasiswi yang enggan disebutkan namanya menceritakan awal terjadinya peristiwa pelecehan seksual tersebut.

Kala itu, dia baru saja pulang kuliah dan berjalan seorang diri di trotoar antara FISIP dan Pusat Studi Jepang (PSJ) FIB UI.

Kemudian, dia sadar bahwa ada segerombol orang yang mengikutinya. Mereka adalah 5-6 laki-laki yang diperkirakan berusia di atas 30 tahun. Mereka baru keluar dari area PSJ FIB UI.

"Saya baru keluar dari FIB. Saya keluar dari gerbang masuk mobil. Sampai di dekat persimpangan dengan gerbang PSJ, ada gerombolan orang yang baru keluar dari PSJ juga dan mereka jalan di sekitar saya," ujar mahasiswi tersebut.

Apa yang rombongan laki-laki itu lakukan?

Mahasiswi itu berusaha tak menghiraukan segerombol laki-laki yang mengikutinya.

Dia terus berjalan kaki sembari memperhatikan ponselnya. Bahkan, dia tak menghiraukan pembicarakan laki-laki di belakangnya.

Namun, lama-lama, obrolan gerombolan laki-laki itu semakin kencang seolah ingin menarik perhatian mahasiswi tersebut.

"Mereka awalnya ngomong, 'Besok jangan lupa pakai baju, ya. Bawa baju ganti. Sempak juga jangan lupa dibawa'," kata korban.

"'Bra gimana bra? Bra juga jangan lupa dibawa ya, ha-ha-ha'," lanjut korban menirukan percakapan gerombolan lelaki itu.

Korban tetap berusaha tak menghiraukan isi obrolan laki-laki di belakangnya yang membahas bra. Dia terus berjalan, hingga tak disangka, salah satu laki-laki mengelus pundaknya dari arah belakang.

Sontak sang mahasiswi pun kaget dan menoleh ke belakang.

"Pundak itu kan ada itu, itulah ya. Saya kaget. Saya menoleh ke belakang. Saya ketakutan. Saya gemetaran," ujar korban.

Gerombolan laki-laki itu hanya tertawa ketika melihat korban ketakutan dan berusaha melarikan diri.

"Mereka senyum-senyum. Kemudian, saat saya jalan cepat, mereka sadar dan ketawa begitu," ungkap korban.

Apakah korban meminta pertolongan?

Korban terus berjalan cepat di tepi jalan kampus yang masih ramai lalu lalang kendaraan.

Pasalnya, saat sore, Kampus UI memang ramai oleh mahasiswa-mahasiswi yang baru pulang kuliah serta masyarakat umum yang menggunakan UI sebagai akses jalan pulang.

Korban kemudian berniat meminta perlindungan dan bantuan ke pos Pengamanan Lingkungan Kampus (PLK) UI. Dia terus menyusuri hutan UI hingga mencapai pos PLK UI di seberang Stasiun UI.

Saat bertemu petugas PLK UI, korban menceritakan kronologi pelecehan seksual yang baru saja dialaminya.

Melihat kepanikan korban, petugas-petugas PLK UI di pos itu segera bertanya mengenai siapa pelaku pelecehan seksual itu.

Gerombolan laki-laki yang diduga melakukan aksi pelecehan seksual itu tiba-tiba berjalan mendekat ke arah pos.

Dengan tegas, korban langsung menuding ke arah gerombolan laki-laki itu. Para petugas pun memanggil lelaki-lelaki itu.

Bagaimana reaksi pelaku?

Gerombolan laki-laki itu tak mengakui kesalahannya. Bahkan, mereka melempar kesalahan dengan mengatakan bahwa si pelaku pelecehan seksual tak bersama mereka.

"Cuma, pas diberhentikan, mereka tidak mau mengaku. Mereka bilang bahwa orangnya yang menyentuh tidak ada di sini," kata korban.

Para petugas PLK UI pun menanyakan ciri-ciri laki-laki yang melakukan aksi pelecehan seksual itu. Namun, korban tak mengingatnya.

"Saya terus ditanya siapa yang menyentuh, wajahnya ingat atau tidak, saya tidak ingat karena mereka memegangnya dari belakang. Saya tidak tahu siapa yang memegang di antara mereka," ucap korban.

Di pos itu, kedua belah pihak sempat kembali bersitegang beberapa saat karena tak ada laki-laki yang mengakui kesalahannya.

"Saya bilang, 'Maksudnya apa pegang-pegang kayak begitu? Habis ngomong 'jangan pakai bra' terus ngelus-elus pundak saya? Maksudnya apa mau memastikan saya pakai bra atau tidak? Pantas enggak sama orang asing begitu? Ini lingkungan mahasiswa!'" tegas korban, menirukan ucapannya saat berbicara dengan para pelaku.

Mendengar cekcok di pos PLK UI, dua orang mahasiswa dan mahasiswi FISIP UI di sana, yang mulanya tak kenal korban, turut membela korban.

Para terduga pelaku pelecehan seksual tersebut kemudian diketahui bukan mahasiswa UI.

Walaupun tak mengakui kesalahannya, mereka malah menyodorkan tangan sebagai permintaan maaf. Permintaan maaf itu pun ditolak oleh korban.

"Saya tidak mau karena, pertama, mereka tidak mau mengaku, dan yang kedua, gampang banget minta maaf saja biar cepat," ujar korban.

Bagaimana tanggapan petugas di UI?

Respons petugas PLK UI pun mengecewakan korban. Petugas malah melepaskan para lelaki itu tanpa menyimpan satu pun bukti identitas mereka, baik berupa foto maupun data KTP.

Para petugas malah menyalahkan korban dan mengimbau tak berjalan seorang diri. Padahal, kampus seharusnya bisa memberikan rasa aman kepada para mahasiswanya.

"Petugas PLK-nya bilang, 'Mbak, besok-besok jangan jalan sendirian lagi agar tidak kayak begini lagi'," ungkap korban.

"Sebelumnya juga saya ditanya, mau dilanjut ke atas (ke manajemen UI) atau tidak, saya jawab 'ya'. Tapi akhirnya mereka tetap melepaskan orang-orang itu," kata korban.

Bahkan, tak ada pembelaan yang dilontarkan para petugas PLK UI kepada korban.

"Lalu mereka (petugas PLK) bilang bahwa kalau dilanjutin ke atas juga nanti Mbak yang salah," tambah dia.

Apa tindakan korban setelah mengalami peristiwa itu?

Merasa tak mendapatkan perlindungan dan pertolongan, korban pun memilih sosial media Twitter sebagai sarana mencari perlindungan. Dia dengan vokal menceritakan peristiwa pelecehan seksual yang dialaminya.

Cuitannya di Twitter bahkan banjir apresiasi dan dukungan moral dari warganet. Dia dianggap berani bicara soal insiden yang menimpanya melalui media sosial.

Korban juga dinilai mampu menginspirasi para korban pelecehan seksual yang takut untuk berbicara dan menyadarkan bahwa ancaman pelecehan seksual dapat terjadi di kampus, ruang publik yang semestinya progresif.

Korban pun mengaku ogah menjustifikasi pelecehan verbal dan fisik yang dialami dari gerombolan lelaki yang tak satu pun ia kenal.

Korban tahu betul bahwa tubuhnya bukan obyek belaka. Ia punya otoritas atas tubuhnya.

Menurut korban, tak semestinya pundaknya dielus oleh laki-laki yang tak dikenal setelah mereka bercakap-cakap soal pakaian dalam perempuan.

"Karena sentuhan fisik tanpa melalui konsensus itu tindak pelecehan seksual. Kebetulan saya juga concern terhadap hal-hal soal pelecehan seksual. Tetapi, saya tidak menyangka bahwa itu akan saya alami juga," ujar korban.

"Mau dengan niatan bercanda pun, itu juga dia sadar untuk menyentuh saya dan saya tidak terima. Apalagi, sudah jelas niatannya menjadikan saya sebagai bahan bercandaan. Apalagi mereka orang asing," ia menambahkan.

Setelah kejadian tersebut, korban masih merasa trauma. Oleh karena itu, dia berharap peristiwa pelecehan itu tak terjadi kepada mahasiswi atau perempuan lainnya.

"Setelah kejadian itu, saya ada janji dengan teman. Saya tidak berhenti memegang pundak saya berkali-kali karena saya takut," ungkap korban.

"Sekarang trauma sepertinya iya. Tapi, saya merasa masih bisa mengendalikan itu," kata dia.

Dia juga berharap petugas kampus bisa bersikap simpatik terhadap korban pelecehan seksual, bukannya balik menyalahkan korban.

"Saya betul-betul berharap pihak PLK UI tidak seperti ini lagi dalam menangani kasus pelecehan seksual," kata korban.

"Padahal, seharusnya keamanan kampus itu bisa memastikan, mahasiswa itu bisa berjalan sendiri dengan aman di lingkungan kampusnya. Bukan malah bilang saya jangan jalan sendiri lagi," ia menambahkan.

Bereaksi kah UI terhadap peristiwa ini?

Jajaran Universitas Indonesia akhirnya angkat bicara terkait peristiwa pelecehan tersebut.

Pihak Kemahasiswaan UI sudah turun tangan untuk mendampingi korban, berupaya membuatnya nyaman, juga mengamankan sejumlah laki-laki yang diduga pelaku pelecehan seksual itu.

"Kami terus berupaya melakukan pendampingan terhadap para mahasiswa kami. Kami berkomitmen menyusun langkah strategis upaya pencegahan, penanggulangan, dan penanganan perihal kekerasan seksual," ujar Rosari Saleh, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan UI, Kamis malam.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/01/08393541/ketika-pelecehan-seksual-terjadi-di-kampus-ui-korban-sempat-disalahkan

Terkini Lainnya

Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Rumah TKP Brigadir RAT Bunuh Diri Pernah Dimiliki Fahmi Idris, Lalu Kini Dihuni Bos Tambang

Megapolitan
Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Cara Daftar Online Urus KTP dan KK di Tangsel

Megapolitan
Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Preman Perusak Gerobak Bubur di Jatinegara adalah Warga Setempat

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Polisi Kantongi Identitas Preman Perusak Gerobak Bubur Pakai Celurit di Jatinegara

Megapolitan
Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Preman Penghancur Gerobak Bubur di Jatinegara Masih Buron

Megapolitan
Jambret Beraksi di Depan JIS, Salah Satu Pelaku Diduga Wanita

Jambret Beraksi di Depan JIS, Salah Satu Pelaku Diduga Wanita

Megapolitan
Kondisi Terkini TKP Brigadir RAT Bunuh Diri: Sepi dan Dijaga Polisi

Kondisi Terkini TKP Brigadir RAT Bunuh Diri: Sepi dan Dijaga Polisi

Megapolitan
Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Wanita Jatuh ke Celah Peron dan Gerbong KRL di Stasiun Manggarai

Megapolitan
Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Tepergok Curi Motor di Kelapa Gading, Pelaku Tembaki Sekuriti dengan Airsoft Gun

Megapolitan
Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Kompolnas Tetap Dorong Brigadir RAT Diotopsi: Untuk Memperjelas Penyebab Kematian

Megapolitan
Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Bule AS Terkesan dengan KRL Jakarta: Lebih Bagus dan Bersih dari Subway New York dan Chicago

Megapolitan
Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke