Salin Artikel

Jangan Hanya Andalkan Pemerintah, Solidaritas Warga Lebih Efektif Selama Karantina Wilayah

Per Senin (30/3/2020), pemerintah pusat mengumumkan total 1.414 kasus Covid-19, dengan 75 pasien berhasil sembuh, namun 122 di antaranya meninggal dunia.

Meski begitu, pemerintah masih ada dalam posisi menimbang berbagai kemungkinan dampak yang timbul akibat kebijakan karantina wilayah.

Pemerintah pusat sejauh ini belum tegas menyatakan karantina wilayah, melainkan "pembatasan sosial skala besar"; sebuah keputusan yang sudah diteken beberapa kepala daerah di Jabodetabek dua pekan terakhir.

Mengenai efektivitas kebijakan karantina wilayah oleh pemerintah, sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasodjo menilai bahwa kebijakan ini mesti berpangkal dari data yang akurat.

Data ini penting agar masyarakat yang nafkah hariannya berhenti akibat karantina wilayah, tetap dapat bertahan hidup melalui sokongan pemerintah.

"Sebelum apapun kebijakan dilakukan, harusnya ada social mapping. Kesiapan menjadi penting," ujar Imam kepada Kompas.com, Senin (30/3/2020).

"Jadi kalau sekarang baru mulai didata, mungkin pada dasarnya bisa dimulai dulu dari data pelanggan PLN yang di bawah 450 watt. Dari situ ketahuan, masyarakat yang kekuatan ekonominya relarif di bawah," ia memberi usul.

Meski demikian, data itu belum tentu sepenuhnya akurat. Imam mendesak aparat pemerintah, mulai dari tingkat camat hingga RT berkoordinasi selekas mungkin.

Kalau bisa, mereka langsung turun ke lapangan untuk memverifikasi data soal kalangan miskin yang butuh perhatian lebih, bersama aktivis sosial.

Hasil pendataan itu nantinya akan membentuk pola-pola klaster masyarakat prasejahtera yang mesti diperhatikan lebih.

Berbekal pemetaan seperti itu, pemerintah seharusnya akan banyak terbantu guna menentukan teknis penyaluran bantuan dan dukungan.

Pemerintah bisa mengambil opsi diskon biaya listrik atau air, misalnya, seperti kebanyakan negara yang telah mengambil kebijakan lockdown, sebagai kompensasi karena warganya 24 jam harus berdiam di rumah.

Pemerintah bisa pula memberi masing-masing dari mereka tanda pengenal, semisal berbentuk kupon, untuk ditukar dengan paket sembako.

"Sembako itu bisa diantar 3 hari sekali dari pintu ke pintu untuk masyarakat prasejahtera. Malah itu pasukan ojol bisa dikerahkan dan mereka dapat pemasukan juga," jelas Imam.

"Tetapi sekali lagi, pendataan harus bagus dan mereka yang berhak itu punya kupon, misalnya," ia menegaskan.

Dari lingkup terkecil

Meskipun kebijakan karantina wilayah pada dasarnya merupakan tanggung jawab pemerintah, namun Imam meyakini bahwa masyarakat bisa melakukannya secara swadaya tanpa harus lama menunggu keputusan pemerintah.

Karantina wilayah dapat diawali dari lingkup atau komunitas terkecil, seperti kampung, RT, dan RW, seperti yang mulai bermunculan di beberapa wilayah di Indonesia.

Imam menganggap, langkah ini nantinya lebih efektif, karena masyarakat di dalamnya saling menyadari kebutuhan masing-masing.

"Harusnya masyarakat sendiri yang melarang dan masyarakat sendiri yang membantu warga warga yang betul-betul kepepet," Imam menjelaskan.

Tentu saja, isolasi ketat ini bukan berarti arus keluar-masuk lingkungan tempat tinggal sepenuhnya dikunci.

Pergerakan keluar-masuk untuk berbagai kebutuhan vital seperti logistik, serta kelonggaran untuk warga yang terlilit keperluan mendesak tetap mesti dibuka.

Agar dapat berjalan mulus, menurut Imam, mula-mula komunitas RT dan RW harus satu pemahaman dulu soal pentingnya karantina wilayah dari Covid-19, dimulai dari penyadaran warga.

Penyadaran ini bertujuan agar setiap penghuni merasa bahwa karantina wilayah tidak dianggap sebagai keputusan sepihak pemerintah, melainkan memang untuk melindungi keselamatan mereka sendiri.

Dengan begini, antarwarga pun bisa tergerak untuk saling mengawasi dan memperhatikan satu sama lain.

Pendekatan ini jauh lebih mengena karena berpangkal pada kesadaran warga.

Bahkan, warga bisa bahu-membahu membantu kelompok yang kekurangan di lingkungan mereka agar tak merana akibat karantina wilayah.

"Kalau itu sudah bergerak oleh masyarakat sendiri, itu akan jauh lebih efektif daripada represif oleh aparat pemerintah," kata dia.

"Jadi lebih baik block to block isolation, karantina komunitas. Setiap komunitas harus sepakat apa yang harus dibatasi," Imam menambahkan.

Andalkan solidaritas warga, bukan pemerintah semata

Melalui pendekatan tadi, Imam yakin bahwa selama masa karantina wilayah akibat Covid-19, masyarakat dapat bertahan hidup.

Kuncinya adalah solidaritas antarwarga -- sesuatu yang lebih konkret dapat diandalkan ketimbang menanti uluran tangan pemerintah yang lambat dan berbelit.

"Buat gerakan sosial mempertahankan sembako. Sembako yang di undang-undang harusnya disediakan oleh pemerintah, tapi nggak bisa dalam situasi ini hanya menggantungkan pemerintah," jelas Imam.

"Pokoknya jangan hanya mengandalkan pemerintah. Kalau mereka bisa, alhamdulillah, tapi kalau enggak, ya kita sendiri," kata dia.

Ketimbang lama menunggu langkah pemerintah, kata Imam, solidaritas oleh tetangga atau siapa pun yang mampu membantu akan sangat berharga untuk menolong warga dengan kelas ekonomi rendah.

"Kayak zakat fitrah saat Idul Adha gitu kan bisa. Lihat kelasnya. Sama saja kayak orang zakat fitrah, yang kelas ekonomi di bawah enggak wajib nyumbang," ujar Imam.

Selain itu, solidaritas sosial sejenis ini juga bakal menghindarkan warga yang butuh bantuan dari rumitnya birokrasi pemerintah.

Pasalnya, jika mengikuti birokrasi, ada saja peluang buruh-buruh dari luar daerah tak kebagian jatah bantuan logistik.

Ambil contoh, kuli-kuli di Jakarta yang datang dari luar Ibu Kota. Mereka kecil kemungkinan masuk dalam kelompok penerima bantuan, karena data domisili mereka dari luar Jakarta.

"Padahal, kalau dia memang tinggal di Jakarta, dia juga bagian dari masyarakat... Kalau pemerintah mau membantu, ya, alhamdulillah, tapi dia (pemerintah) pasti takut," ujar Imam.

"Ya maka masyarakat saja yang bantu. Kan kita enggak punya aturan bahwa dalam memberi, harus memberi pada hanya sesama warga Jakarta. Kalau kita melihat ada warga yang terancam kelaparan ya kita bantu, duit-duit kita kok," jelas dia.

Dengan mekanisme ini, praktis hal-hal yang mestinya jadi tanggung jawab pemerintah telah diambil alih warganya.

Pemerintah bisa fokus pada hal-hal lain, semisal memberi subsidi bagi kelompok menengah ke bawah terkait biaya air, listrik, dan lain-lain imbas kebijakan karantina wilayah.

"Solidaritas sosial antara warga yang lebih dengan warga yang kurang. Itu saja fokusnya, jangan pemerintah-pemerintah lagi," kata Imam.

"Pemerintah perlu didorong tanggung jawabnya di mana, cuma jangan bolak-balik berharap pemerintah terus, karena enggak akan bisa bertahan kita," tutup dia.

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/03/31/07562631/jangan-hanya-andalkan-pemerintah-solidaritas-warga-lebih-efektif-selama

Terkini Lainnya

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Megapolitan
Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Megapolitan
Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Megapolitan
Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Megapolitan
Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

Megapolitan
RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Megapolitan
Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Megapolitan
Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Megapolitan
Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Megapolitan
Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Megapolitan
Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar 'Video Call' Bareng Aipda Ambarita

Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar "Video Call" Bareng Aipda Ambarita

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke