Salin Artikel

Dulu Gunakan Toa untuk Peringatan Dini Banjir, Anies: Kenapa Kita Pakai Alat Ini?

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengkritik penggunaan toa sebagai bagian dari sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) terhadap banjir di Jakarta.

Hal ini diungkapkan Anies saat rapat bersama para pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang membahas tentang pengendalian banjir yang diunggah di akun Youtube Pemprov DKI.

Awalnya, Anies membahas early warning system di Jakarta dan meminta jajarannya membuka salah satu slide presentasi mengenai disaster warning system (DWS). Dalam slide tersebut, terdapat gambar toa atau pengeras suara yang masuk ke dalam bagian DWS.

Anies pun protes dan menegaskan bahwa toa bukan bagian dari DWS.

"Ini bukan early warning system, ini toa, ini toa. This is not a system," ucap Anies dalam video yang diunggah Kamis (6/8/2020).

Menurut Anies, yang dimaksud sistem adalah ketika tiap SKPD di Jakarta sudah mengetahui apa yang harus dilakukan ketika ada peringatan banjir.

"Sistem itu kira-kira begini, kejadian di Katulampa (tinggi) air sekian, keluarlah operasionalnya. Dari Dishub, Dinas Kesehatan, MRT, Satpol, seluruhnya itu tahu wilayah mana yang punya risiko. Jadi, sebelum kejadian kita sudah siap," kata Anies.

Sementara saat ini, kata Anies, perangkat daerah justru sering kaget ketika Jakarta dilanda banjir. Padahal seharusnya sudah tahu dan punya cara apa yang harus dilakukan.

"Hari ini kalau kejadian kita kedandapan (kaget) terus, seakan-akan ini banjir pertama. Dan tanah ini sudah puluhan tahun kena banjir," kata dia.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menyebutkan Jakarta harus benar-benar membuat sistem peringatan banjir.

Anies pun menyinggung bahwa toa awalnya merupakan alat yang dihibahkan dari Jepang namun kemudian malah ditambahkan alatnya. Menurut dia, alat toa tersebut digunakan Jepang sebagai peringatan dini tsunami karena harus berfungsi dengan cepat.

Sedangkan banjir di Jakarta biasanya memiliki rentang waktu yang cukup lama dari peringatan hingga kejadian.

Oleh karena itu, menurut dia toa tidak terlalu dibutuhkan untuk peringatan dini.

"Kalau banjir kira-kira antara peringatan dan kejadian berapa menit? Lama. Lah kenapa pakai alat begini? Ini dipakai karena tsunami," lanjut Anies.

Ia menyarankan sebelum ada sistem lainnya maka Pemprov DKI bisa manfaatkan toa masjid maupun WhatsApp.

"Kalau Katulampa sampai Jakarta berapa jam? Bisa diberi tahu pakai apa? Lah iya segala macam bisa. Perlu pengadaan? Enggak perlu. Semua masjid bisa dipakai, semua WhatsApp bisa," tutupnya.

Menurut dia, pemakaian toa baru efektif untuk kebutuhan peringatan dini yang cepat seperti tsunami, bukan banjir. Dia pun berpesan kepada jajarannya untuk tidak lagi membeli toa.

"Jangan diteruskan belanja ini," kata dia.

Diketahui, pada awal tahun 2020, Pemprov DKI Jakarta berencana menambah enam set DWS untuk peringatan dini bencana pada tahun 2020 ini.

Pembelian enam set DWS ini untuk melengkapi 14 set DWS yang sudah dimiliki sebelumnya.

"Memang kebutuhannya tahun 2020 hanya enam dan sudah meng-cover semua aliran DAS. Pengadaan DWS 6 set, anggaran Rp 4,07 miliar," tutur Kepala Pusat Data dan Informasi Kebencanaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta M Ridwan.

Cara kerjanya, saat ketinggian air di sebuah pos pantau sungai siaga tiga, petugas BPBD DKI Jakarta akan menginformasikan peringatan dini berbentuk pesan suara dari kantor BPBD.

Output-nya, pesan suara tersebut akan didengar warga melalui pengeras suara yang ada pada tiang DWS. Pengeras suara itu akan terdengar sampai radius 500 meter.

"DWS, disaster warning system, itu untuk yang di bantaran kali. Kalau air Katulampa atau Depok siaga, kami langsung menginformasikan melalui disaster warning system," ujar Ridwan saat dihubungi, Senin (13/1/2020).

https://megapolitan.kompas.com/read/2020/08/07/15323141/dulu-gunakan-toa-untuk-peringatan-dini-banjir-anies-kenapa-kita-pakai

Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke