JAKARTA, KOMPAS.com - Langkah pemerintah untuk memanfaatkan hotel menjadi lokasi isolasi mandiri bagi pasien Covid-19 yang tak bergejala berbuah protes dari masyarakat.
Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Sudin Parekraf) Jakarta Pusat, Irwan mengatakan, ada dua hotel yang ditolak oleh warga.
Pertama adalah Max One Sabang yang telah digunakan sebagai lokasi isolasi mandiri dan Triniti Hotel.
Irwan menuturkan, protes dilayangkan oleh warga Sabang. Sebab lokasi hotel berdekatan dengan area kuliner. Sedangkan Triniti Hotel hingga saat ini masih belum terisi.
"Karena masyarakat takut saja. Sabang banyak kuliner, takutnya kalau ada hotel, kalau ada keterisian OTG nanti dikhawatirkan menyebarkan virus," kata Irwan.
Alasan ini dibenarkan oleh Kuasa Hukum serta perwakilan warga Sabang, Nasatya Danisworo.
Dia mengatakan, warga juga merasa tak pernah dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Mereka hanya pernah diberitahu bahwa ada salah satu hotel yang akan dijadikan fasilitas isolasi mandiri untuk pasien Covid-19.
Dia mengemukakan, pada tanggal 2 Oktober 2020, warga diundang untuk sosialisasi. Namun pada hari itu juga, mereka mengetahui bahwa pada tanggal 5 Oktober 2020, hotel tersebut sudah beroperasi sebagai lokasi isolasi.
Hal itu yang membuat warga akhirnya melayangkan protes.
"Jadi jarak cuma sekitar tiga hari mau digunakan, akhirnya warga bergerak. Pertama mengajukan keberatan ke Gubernur," ujar Nasatya.
Akan tetapi setelah melayangkan keberatan, warga tidak mendapatkan tanggapan. Nasatya menuturkan, Gubernur waktu itu menjelaskan bahwa alih fungsi hotel menjadi lokasi isolasi mandiri pasien Covid-19 merupakan program pemerintah pusat.
Setelah itu, warga melayangkan surat ke Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
Pertanyakan izin
Nasatya juga mempertanyakan izin pemanfaatan hotel menjadi lokasi isolasi mandiri pasien Covid-19.
"Kan kita negara hukum, berarti ngelakuin sesuatu harus ada izinnya dong. Izinnya enggak ada, cuma rekomendasi. Peraturannya enggak jelas, sudah jalan," ujar dia.
Menurutnya, izin yang diberikan hanya sekadar rekomendasi dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang lalu memberikan rekomendasi tersebut ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Itu dia keberatan kami sebenarnya, saya nanya izinnya bentuknya apa? Enggak ada izin, (cuma) rekomendasi, kata Kemenkes. Enggak tahu Kemenparekraf mengeluarkan apa ke hotel," ucap dia.
Untuk itu, warga bersama dengan pihak-pihak terkait telah melaksanakan pertemuan guna memecahkan persoalan, namun hingga kini belum menemukan titik temu.
Pengelola anggap ada salah paham
Meski demikian, GM Max One Sabang, Andita menyatakan keberatan warga akan pengalihfungsian hotel hanya kesalahapahaman.
"Misunderstanding saja. Kami dari awal kan sudah jelas bahwa niatnya membantu pemerintah, karena dari awal misinya itu," kata Andita.
Menurut dia, kabar bahwa hotel di Jakarta akan dialihfungsikan sebagai lokasi isolasi mandiri sudah santer dibicarakan sejak September.
Dia mengatakan, sejak awal pihaknya sudah terbuka mengenai alih fungsi hotel. Karenanya, dia merasa tidak ada masalah dengan pemanfaatan Max One Sabang sebagai lokasi isolasi pasien Covid-19 yang tak bergejala.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/10/19/08152431/penolakan-warga-sabang-atas-keberadaan-hotel-isolasi-covid-19-di