JAKARTA, KOMPAS.com - Tak terasa sudah empat tahun yang lalu alat berat meratakan Kampung Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara. Ya, kampung ini rata dengan tanah pada tahun 2016.
Hingga kini Nenek Sapati (73) masih di antara rela dan tidak rela mengikhlaskan tiga rumahnya digusur.
Dahulu, kehidupan Sapati cukup tentram. Dia mengisi hari sambil berjualan gorengan dan rutin mendapatkan uang dari penghuni kontrakan yang menempati salah satu rumahnya.
Namun, penggusuran Kampung Akuarium bak mimpi buruk yang mengusik lelapnya.
"Saya sudah 30 tahun di sini, tadinya sudah lumayan lah hidup saya. Rumah sudah tiga, sudah dikontrakkin, saya usaha gorengan juga agak mendingan. (Imbas) dari gusuran ini jadinya sengsara sekali," kata Sapati saat berbincang dengan Kompas.com, Kamis (6/11/2020).
"Rumah saya kena gusur semua tiga-tiganya. Usahanya, rumahnya semua kena gusur, mana enggak dapet apa-apa, enggak dapet ganti rugi," keluhnya.
Sapati menghela napas dalam-dalam. Wajahnya yang sudah penuh kerutan tampak memelas ketika mengingat kembali memori kelam penggusuran itu.
Sambil mengulek sambal untuk santap malam, Sapati melanjutkan ceritanya.
Dari kisahnya tergambar bahwa Sapati adalah salah satu warga yang bertahan meski harus tinggal di atas puing-puing Kampung Akuarium.
Saat ini, ia bersama sang suami tinggal di shelter yang dibangun Pemprov DKI untuk para warga Kampung Akuarium yang rumahnya digusur.
"Ini rumah dari pemerintah, di sini kami bertahan, habis di rusun jauh, tadinya yang bertahan cuma berempat saya suami saya sama tetangga terus yang lain pada ikutan," tutur Sapati.
Rumah Sapati hanya memiliki luas 3,5x6,5 meter persegi, berbahan dasar tripleks pada bagian dinding.
Sebagai pengingat, Pemprov DKI menggusur Kampung Akuarium di bawah pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.
Kini, Gubernur Anies Baswedan berjanji akan mengembalikan hunian warga dengan membangun rumah susun.
Seakan mendapat secercah harapan, Sapati mengaku dijanjikan dua petak rumah.
"Terus merjuangin Pak Anies. Menang dikasih shelter selama dua tahun, yang ini kan mau dibikin rusun. Nanti katanya saya dapet dua," ucapnya sambil tersenyum dengan mata berbinar.
Namun, penantian Sapati untuk rusun yang belum tahu kapan akan rampung terasa berat saat pandemi Covid-19 melanda.
Sapati mengandalkan anak-anaknya untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
"Ini juga minta makan sama anak, enggak ada usaha apa-apa. Semakin sulit ya iya, saya enggak bisa apa-apa, anak juga kerjanya tahu sendiri, seminggu sekali, yang satu ngelas, yang satu ngojek," kata Sapati.
Sementara sang suami, sering menanam sayur-mayur di lahan kosong milik orang lain, yang tak jauh dari rumahnya.
Meski demikian, Sapati tetap bersyukur. Bantuan dari pemerintah yang datang dua bulan sekali diakuinya sangat meringankan beban melewati masa-masa sukar ini.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/06/21281871/rumahnya-digusur-4-tahun-lalu-begini-kehidupan-nenek-sapati-sekarang-di