JAKARTA, KOMPAS.com - Rasyid (47) mengeluh di sela-sela waktu istirahatnya. Puluhan kardus berisi sembako sudah ia panggul.
"Aduh, panas banget," ucap dia di bawah terik matahari yang menyengat di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Selasa (10/11/2020) siang.
Rasyid sudah bekerja sebagai kuli panggul selama 20 tahun. Namun, baru kali ini ia merasakan pendapatannya anjlok.
"Bingung kalau pendapat menurun seperti ini," kata dia.
Pasar Induk Kramatjati tetap beroperasi selama pandemi. Namun, berdasarkan pengamatan Kompas.com, Selasa siang, banyak toko yang tutup.
Tempat cuci tangan tersedia di setiap sudut pintu masuk.
Poster imbauan "kawasan wajib masker" juga bertebaran. Pengunjung tidak ramai seperti biasanya.
Kuli panggul yang lain, Encep (56) juga merasakan imbas sepinya pasar.
Selama pandemi, ia mengaku pendapatan rerata per harinya hanya mencapai Rp 50.000.
Padahal, sebelum pandemi, Encep bisa meraup uang hingga Rp 100.000 per hari.
Pandemi dan sepinya pasar membuat jam kerjanya juga menjadi berkurang.
"Kerja seminggu bisa cuma tiga hari kerja, sebelum pandemi bisa lima sampai enam hari kerja," kata Encep.
Encep mengatakan, pendapatan per hari tidak semua ia kantongi.
"Sebanyak 20 persen harus diberikan ke koordinator lapangan (korlap). Jadi kalau per hari dapat Rp 50.000, ya berarti Rp 10.000-nya disetorkan," kata pria asal Bogor itu.
Misar (45), salah satu korlap Pasar Induk Kramatjati, mengungkapkan bahwa ada dua korlap di pasar tersebut.
"Korlap terbagi menjadi dua, lantai atas dan bawah. Saya yang lantai atas," tutur dia.
Selain menarik sekian dari pendapatan kuli panggul, korlap juga bertugas mengatur shift.
"Ada dua shift, pagi dan malam. Shift pagi dari pukul 10.00 hingga 16.00 WIB, shift malam dari pukul 22.00 hingga 03.00 WIB," kata Misar.
Shift pagi biasanya untuk barang-barang sembako, sedangkan shift malam untuk sayur-sayuran.
Tanpa Jaminan Kesehatan
Encep mengaku, selama ia menjadi kuli panggul di Pasar Induk Kramatjati, tidak ada jaminan kesehatan yang ia dapatkan, terlebih di masa pandemi.
"Selama 35 tahun kerja di sini, tidak ada dari Dinas Kesehatan datang ke sini," kata Encep.
Encep pun berharap, ada perwakilan Dinas Kesehatan mengecek kesehatan teman-temannya.
"Ya, sesekali lah ke sini untuk mengecek kesehatan kuli panggul," harap dia.
Menginap di Pasar
Encep adalah salah satu kuli panggul yang menginap di Pasar Induk Kramatjati.
Istri dan anaknya di Bogor. Pulang setiap hari membuat uangnya cepat habis.
"Bayangkan dari sini ke Bogor, bisa hampir Rp 30.000 ongkosnya," kata bapak tiga anak tersebut.
"Pendapatan pas-pasan, mau enggak mau tidur di pasar. Makan seadanya, dicukup-cukupin," tutur Encep.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/10/17250021/kala-beban-kuli-panggul-pasar-kramatjati-mencari-sesuap-nasi-terasa-lebih