Korban sudah banyak. Namun, dibutakan kesenangan, banyak yang tak mau belajar sehingga jatuh pada lubang yang sama. Kasus perekaman aktivitas seks, salah satunya.
Bak fenomena gunung es, fenomena perekaman aktivitas seks hanya segelintir yang terekspose.
Padahal, pidana mengintai dari segala sisi, belum lagi efek lain dari sisi mental dan sosial ketika rekaman tersebar baik karena kesengajaan maupun tidak.
Bersamaan, hasrat-hasrat tak wajar seperti perekaman aktivitas seks bersama pasangan ini pun perlu ditelaah lebih dalam akar persoalannya, bukan sekadar menimpakan stigma.
∂
"Kita rekam, yuk." Celetukan Andi (bukan nama sebenarnya) itu menghentikan aktivitas persetubuhannya dengan sang istri.
"Apaan, sih?" jawab sang istri, Bunga (bukan nama sebenarnya), dengan nada malas.
"Iseng aja. Habis itu kita hapus deh," timpal Andi memelas.
Wajah Bunga terlihat kesal. Namun, ia tidak berani menjawab tegas, tidak.
Menganggap sang istri tidak menolak, Andi langsung berlari kecil ke arah meja di sudut ruangan. Ia membuka salah satu laci dan merogoh isinya.
Dapat. Sebuah action cam ada di dalam genggaman Andi.
Ia lantas meletakkan kamera mungil itu di atas tumpukan buku yang berserak di permukaan meja.
Arah kamera diatur agar lensa dapat merekam aktivitasnya bersama sang istri.
“Sejujurnya, saat itu gue iseng aja,” tutur Andi saat menceritakan peristiwa itu kembali kepada Kompas.com di salah satu kafe bilangan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020).
Namanya juga iseng, Andi awalnya tidak tahu persis mengapa ia sampai nekat merekam aktivitas seksnya bersama sang istri.
Namun, setelah ditelisik lebih dalam, rupanya dorongan itu bukan muncul tiba-tiba dan tanpa sebab sama sekali.
Ada kemungkinan, permintaan Andi yang ajaib itu didorong sejumlah faktor pada kehidupannya yang terjadi di masa lampau.
“Dulu waktu SMA dan kuliah, kalau diingat-ingat memang ada keinginan untuk merekam aktivitas seks. Tapi kok enggak pernah kesampaian. Eh ternyata kesampaiannya sama istri,” ujar Andi yang pada Januari 2021 nanti genap berusia 33 tahun.
Selain itu, Andi mengira-ngira dorongan untuk merekam aktivitas seks itu bersumber dari keseringannya menonton film porno.
Film dewasa yang dia tonton dahulu bukanlah yang ada di situs dewasa, melainkan video yang juga direkam secara amatir dan tersebar melalui ponsel.
“Mungkin karena itu ya. Karena dulu saya jadi suka kebayang, gimana ya kalau gue yang ada di dalam video itu,” ujar Andi.
Lain pula pengalaman Joni (juga bukan nama sebenarnya).
Pria berusia 32 tahun itu ketika kecil merupakan korban bullying. Teman-temannya meledek kondisi tubuhnya yang tambun.
Ledekan menjadi-jadi ketika mata pelajaran olahraga di sekolah. Gerakannya sering menjadi olok-olok teman bahkan sang guru.
Situasi traumatik itu membuat Joni tidak percaya diri di hadapan siapa pun, termasuk di depan teman perempuan yang dia sukai di sekolah.
Beranjak dewasa, Joni berupaya keras menurunkan berat badan. Ia bertekad mencapai kesuksesan dalam hal apa pun, sesuatu yang sulit diraih ketika Joni kecil dalam kondisi tertekan.
Ia mencapai berat dan bentuk tubuh yang diinginkan pada usia 20 tahun. Saat itulah, ia merasa mulai melupakan segala beban hidupnya.
“Termasuk urusan menggaet cewek. Dulu mungkin gue anak culun ya. Dicengin terus. Tapi sekarang, gua bisa begituan sama cewek yang dianggap orang-orang 'wah, sulit itu (buat digaet).' Gue rekam pula,” ujar Joni.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/11/30/08024661/cerita-merekam-adegan-seks-sendiri-dari-para-pelaku