JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta beserta DPRD DKI Jakarta telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) pada 19 Oktober 2020. Sebulan kemudian, Perda tersebut resmi berlaku.
Namun, saat ini efektivitas Perda Covid-19 masih dipertanyakan, lantaran kasus Covid-19 di Jakarta kian meningkat.
Bahkan tingginya kasus Covid-19 di Jakarta membuat tingkat keterisian tempat tidur isolasi pasien Covid-19 yang tersedia di Ibu Kota mencapai 85 persen, sedangkan untuk ICU mencapai 80 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, peningkatan keterisian tempat tidur terus terjadi dalam kurun waktu satu bulan terakhir.
Menurut data terakhir per 20 Desember 2020, dari 6.663 tempat tidur isolasi, kini sudah terisi 5.691 tempat tidur. Sedangkan untuk ruang ICU terdata ada 907 tempat tidur, dan kini sudah terisi 772 tempat tidur.
Widyastuti mengatakan, Pemprov DKI Jakarta akan segera meningkatkan kapasitas tempat tidur dan ICU untuk pasien Covid-19.
Dinkes DKI menargetkan penambahan tempat tidur isolasi menjadi 7.171 tempat tidur, dan juga tempat tidur ICU akan ditambah sehingga berjumlah 1.020 tempat tidur serta menambah tenaga kesehatan yang akan bertugas untuk mengawasi pasien Covid-19 selama di tempat isolasi atau ICU.
Perda Covid-19 dinilai belum efektif
Tingginya kasus Covid-19 di Ibu Kota menimbulkan pertanyaan, apakah Perda Penanggulangan Covid-19 yang telah berlaku efektif untuk menekan pandemi?
Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya Teguh P Nugroho, meski telah disahkan, pelaksanaan perda masih menunggu terbitnya aturan turunan mengenai petunjuk teknis pelaksanaan yang berupa Peraturan Gubernur (Pergub).
Dengan demikian, Perda Penanggulangan Covid-19 sebetulnya belum berjalan.
"Jadi secara nyata perda ini sebetulnya belum berjalan," ujar Teguh kepada Kompas.com, Senin (21/12/2020).
Dia menyebut, belum terbitnya Pergub turunan tersebut terjadi karena Biro Hukum DKI Jakarta terlambat menuntaskannya.
Tanpa pergub, perda tersebut belum bisa berjalan efektif. Karenanya, Teguh mendesak DPRD DKI Jakarta untuk meminta Biro Hukum DKI Jakarta segera menerbitkan pergub.
"DPRD harusnya menanyakan itu ke Biro Hukum, kenapa bisa begitu lama? Padahal yang diuntungkan dengan pelaksanaan perda ini ya Pemprov DKI sendiri," kata Teguh.
Menurut dia, dengan terbitnya pergub, batas-batas kewenangan masing-masing pemangku kepentingan menjadi lebih jelas.
Sebab saat ini, pengawasan, pencegahan, dan penindakan terhadap penyebar transmisi Covid-19 disebut sangat lemah.
Hal ini terjadi lantaran buruknya koordinasi jajaran jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) yang masuk dalam Gugus Tugas Covid-19 Jakarta.
Salah satu indikator lemahnya koordinai tersebut terlihat dari fokus kerja Gugus Tugas yang menangani kerumunan massa di Bandara Soekarno-Hatta saat pemimpin FPI, Rizieq Shihab, kembali dari Arab Suadi, atas saat Rizieq menyelenggarakan kegiatan di Petamburan dan Tebet.
"Ada yang sibuk ke penegakan hukum, ada yang sibuk ke penegakan administrasi, ada yang sibuk menurunkan baliho. Tapi tidak terlihat upaya 3 T (testing, tracing, dan treatment) yang efektif," kata Teguh.
Penyebab tingginya kasus Covid-19 di Jakarta
Tingginya kasus Covid-19 di Jakarta juga terjadi karena peningkatan tes dan pelacakan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyebabkan angka pelacakan menjadi lebih baik. Kedua, lemahnya pengawasan, pencegahan, dan penindakan terhadap penyebar transmisi Covid-19.
Selain itu, Teguh menyebut adanya ketidakpatuhan pelaku ekonomi dalam menerapkan standar protokol kesehatan di tempat usaha, tidak adanya pengaturan jam kerja di perkantoran, jumlah pekerja perkantoran yang masih di atas 50 persen, hingga perjalanan dinas yang masih ada jelang akhir tahun.
"Semuanya menciptakan kerumunan, tapi tidak tampak," kata Teguh.
Selain itu, penyelengaraan Pilkada serentak turut andil dalam peningkatan kasus Covid-19. Dia menyebut, ada peningkatan jumlah kasus Covid-19 mulai Oktober hingga Desember 2020.
Meski DKI Jakarta tidak menyelenggarakan Pilkada serentak, namun daerah penyangga seperti Depok dan Tangerang Selatan turut menyelenggarakan.
Pilkada juga membawa tim sukses dari seluruh Indonesia masuk dan datang ke Jakarta untuk melakukan lobi-lobi kepada partai untuk meloloskan kandidat di daerah.
"Walaupun di Jakarta tidak ada pilkada, tapi di daerah penyangga ada Depok dan Tangsel, yang sejak awal pilkada kasusnya melonjak di atas 100 persen," kata Teguh
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/22/08120571/mempertanyakan-efektivitas-perda-penanggulangan-covid-19