JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan artis Gisella Anastasia (30) sebagai tersangka video berkonten dewasa telah membuat warganet geram.
Pasalnya, mereka berpendapat bahwa polisi seharusnya menangkap pelaku penyebar video. Lebih lanjut, mereka melihat Gisel sebagai korban yang videonya disebar tanpa seizin dirinya.
Salah seorang pengguna Twitter, @ressariririaa, mengatakan bahwa penetapan Gisel sebagai tersangka merupakan bukti bahwa hukum di Indonesia lemah dan tidak mampu melindungi korban kekerasan seksual, apalagi berbasis digital.
"Data pribadinya disebar orang lain tanpa konsen. Bukannya yang nyebarin yang jadi tersangka, malah Giselnya yang jadi tersangka," ujarnya, Selasa (29/12/2020).
Cuitan tersebut telah di-retweet oleh lebih dari 2.000 orang dan disukai hampir 10.000 orang.
Namun di lain pihak, tak sedikit pula yang setuju dengan tindakan polisi menetepkan Gisel sebagai tersangka, dengan dalih dia harus menerima konsekuensi atas tindakan yang diperbuat.
Sebelumnya Polda Metro Jaya telah menetapkan artis Gisella Anastasia sebagai tersangka kasus video syur pada Selasa kemarin.
Selain Gisel, polisi juga menetapkan pria bernama Michael Yokinobu de Fretes yang ada dalam video yang tersebar pada 6 November lalu sebagai tersangka.
"Saudari GA mengakui bahwa memang orang yang ada dalam video yang beredar di media sosial itu adalah dirinya sendiri," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Selasa.
Dari pengakuan Gisel pula diketahui bahwa video tersebut dibuat di salah satu hotel di Medan, Sumatera Utara, pada 2017. Motif dibalik pembuatan video tersebut adalah untuk dokumentasi pribadi, imbuh Yusri.
Keduanya dikenakan pasal berlapis dari dari Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi.
"Kami persangkakan Pasal 4 ayat 1 jo Pasal 29 atau Pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi," ujar Yusri. Mereka terancam hukuman penjara maksimal 12 tahun.
Namun hingga saat ini, polisi belum menangkap penyebar pertama video tersebut.
"Kami masih terus melakukan pengejaran," kata Yusri.
ICJR dan Komnas Perempuan menilai Gisel sebagai korban
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menilai polisi seharusnya tidak menetapkan Gisel sebagai tersangka.
Ia mengingatkan bahwa pihak pembuat konten pornografi tidak bisa dipidana selama mereka melakukannya untuk dokumentasi pribadi.
Hal ini merujuk pada Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 44 tentang Pornografi.
"GA dan MYD merekam hubungan seksual itu kan tidak untuk kepentingan industri pornografi atau disebarluaskan. Jadi GA dan MYD adalah korban dari penyebaran konten pribadi mereka," ujar Siti kepada kepada Kompas.com, Rabu (30/12/2020).
Siti menegaskan bahwa korban seharusnya mendapatkan perlindungan hukum.
Hal senada juga disampaikan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).
"Dalam konteks keberlakuan Undang-Undang Pornografi, orang dalam video yang tidak menghendaki penyebaran video tidak dapat dipidana," kata ICJR dalam keterangan persnya, Selasa.
ICJR menyatakan, orang yang video dirinya disebar ke publik tanpa seizin dirinya dapat dikategorikan sebagai korban.
"Penyidik harus kembali fokus. Penyidikan (harusnya dilakukan) kepada pihak yang menyebarkan video tersebut ke publik," demikian pernyataan ICJR.
https://megapolitan.kompas.com/read/2020/12/30/13595611/ramai-aksi-bela-gisel-sebut-polisi-harusnya-tangkap-penyebar-video